oleh

PURBAYA

-OPINI-122 Dilihat

Smith Alhadar : Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)


Dalam
sejarah para pembesar kerajaan-kerajaan di Nusantara, nyaris seluruhnya dilahirkan dari cerita ajaib. Mereka tak boleh datang dari rakyat kebanyakan yang lahir dari proses alami. Kharisma atau kekuatan transedental diperlukan pembesar untuk mendapat legitimasi, ditakuti, dan ditaati  karenaking can do no wrong”.  Dan masyarakat menyukainya. Malah,  rakyat mendramatisir keajaibanitu dan mengkuduskannya.

Salah satu cerita ajaib itu membungkus Pangeran Purbaya dari Mataram. Nama asilnya Jaka Umbaran, putra Panembahan Senopati dari istri anak perempuan Ki Ageng Giring. Babad Tanah Jawi mengisahkan, Giring menemukan kelapa muda ajaib yang jika airnya diminum hingga ludes dalam sekali teguk, maka sipeminum dapat melahirkan raja-raja tanah Jawa. Tanpa sengaja air kelapa muda itu terminum habis oleh Ki Ageng Pamanahan yang bertamu ke rumah Giring.

Karena Pamanahan merasa bersalah setelah mengetahui khasiat air kelapa ajaib itu, ia nikahkan putranya, Sutawijaya, dengan anak perempuan Giring. Tak disangka, Sutawijaya meninggalkan istrinya yang sedang hamil lantaran wajahnya jelek. Putra Sutawijaya ini diberi nama Jaka Umbaran, artinya“Yang Ditelantarkan.  Ketika dewasa Umbaran alias Purbaya menemui ayahnya, yang kini bergelar Penambahan Senopati.

Tapi, cerita Purbaya yang ajaib tidak berhenti di masa lalu. Hari ini sejarah mulai ditulis tentang Purbaya modern yang keajaibannya disesuaikan dengan kebutuhan masa kini. Yang saya maksud adalah Purbaya Yudhi Sadewa, yang baru saja dilantik sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani yang legendaris. Purbaya memulai tugas di tengah keresahan sosial-politik akibat kebijakan ekonomi pemerintahan Prabowo Subianto yang, menurut Purbaya, keliru.

Baca Juga  Kapal Istana Negara: Ibu Kota Bergerak Negara Kepulauan

Purbaya menjadi ajaib karena ia mengentengkan masalah ekonomi bangsa yang sesungguhnya sangat rumit. Di hadapan anggota DPR, ia menjelaskan kondisi ekonomi secara sederhana dan menawarkan solusi yang juga sederhana. Alhasil, Purbaya bak pangeran dari kahyangan yang akan menyelesaikan semua permsalahan bangsa secara cepat. Sepertipembesar di masa lalu, ia membangun kharisma untuk memdapat legitimasi.

Kharisma itu adalah ceritaajaibterkait moneter dan fiskal di mana dia memainkan peran kunci setiap kali pemerintah menghadapi krisis ekonomi sejak era pemerintahan SBY. Masalahnya, setidaknya saya, tak pernah mendengar namanya. Kendati saya tak pernah belajar ilmu ekonomi, karena itu  bisa dibilang sayaawam dalam bidang ini, isu-isu ekonomi nasional selalu saya ikuti secara saksama semampu saya.

Dan nama Purbaya tak pernah saya ketahui, apalagi kinerjanya. Memang tak saya ketahui tak berarti Purbaya tidak ada. Tapi kalau ia memainkan peran utama dalam menyelsaikan masalah-masalahekonomi negara yang serius, mestinya semua ekonom, akademisi, sipil society, dan pembaca media membicarakannya. Lepas dari soal itu, di DPR, Purbaya tak menyinggung geopolitik dan geoekonomi global yang sangat dinamis.

Baca Juga  Rivalitas Jokowi vs Prabowo Semakin Nyata

Moneter dan fiskal yang dijadikan  instrumenutama dalam mengatasi masalah ekonomi nasional terdengar tidak masuk akal tanpa dikaitkan dengan dinamika dunia yang volatile. Ekonomi sendiri melibatkan banyak disiplin ilmu agar kebijakan yang dikeluarkan masuk akal (viable). Semakin banyak Purbaya membicarakan ekonomi secara sederhanaseolah kebijakannya merupakan  inovasi seorang jeniussemakin tidak meyakinkan.

Pasalnya, kharisma yang ingin dibangun melalui pengetahuan yang tidak biasa tidak otomatis akan meyakinkan publik yang sudah rasional, kritis, analitik, dan objektif. Misalnya, ia mencemooh kebijakan uang ketat dari BI dan Sri Mulyani, dan memerintahkan BI mengucurkan Rp 200 triliun ke bank-bank pemerintah untuk meningkatkan penyaluran kredit. Padahal, uang yang beredar di masyarakat sudah lebih dari cukup yang, apabila ditambah, akan menimbulkan inflasi.

Penyaluran kredit terhambat bukan karena kebijakan BI menahan likuiditas, tapi karena ekonomi nasional dan global melemah dan tak menentu sehingga pengusaha berpikir seribu kali untuk meminjam uang untuk investasi. Purbaya menggantikan Sri Mulyani yang dikenal jago dalam disiplin fiskal. Ia baru mengecewakan ketika ruang fiskal yang makin sempit untuk membiayai kebijakan pembangunan ditutupi dengan utang baru dan ekspansi pajak yang juga menyasar orang-orang kecil yang sedang terlilit masalah ekonomi.

Baca Juga  Prabowo Di Tengah Badai Ancaman

Ekspansi pajak diperlukan karena rasio pajak terhadap PDP masih tidak ideal. Tapi masih banyak orang kaya wajib pajak yang tak memenuhi kewajibannya melalui akal-akalan dan suap di Direjn Pajak.  Kalau menggunakan standar Bank Dunia, sesungguhnya kemiskinan di Indonesia mencapai 194 juta. Dus, Purbaya menghadapi rezim fiskal yang dibangun pendahulunya. Bisa jadi Mulyani telah kehilangan kreatifitas karena rezim fiskal yang dibangunnya membuat ia tak bisa fleksibel.

Belum lagi, ia harus beradaptasi dengan kebijakan populis Prabowo yang memakan dana besar tanpa imbal hasil yang proporsional. Kendati menghadapi banyak tantangan serius, yang membutuhkan trust publik untuk mulai kerja, Purbaya dan anaknya melakukan blunder. Ia mengecilkan demonstrasi besar di akhir Agustus. Sedangkan anaknya menghina orang miskin. Keduanya sudah meminta maaf. Tetapi ucapan yang sudah terlontar tak mungkin ditarik kembali.

Mungkin saja Purbaya adalah putra ajaib bangsa yang dapat menyelesaikan masalah secara akurat, efektif, dan cepat. Namun, saya belum percaya sebelum ada bukti. Ngomong gede bukan bukti, tapi songong. Skeptisisme saya didasarkan pada keyakinan bahwa masalah ekonomi kita hari ini  tak bisa dipisahkan dari kebijakan ekonomi Prabowo yang tidak koheren. Belum lagi masalah politik yang tak bisa dipisahkan dari isu ekonomi. Semuanya adalah kombinasi dari legasi Jokowi dan kebijakan salah Prabowo.

Tangsel, 12 September 2025    

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *