Kelima, bertindaklah dengan jujur dan terpercaya pada saat menghadapi urusan materi, apakah itu merupakan barang/uang titipan atau yang didapat dalam tugas.
Keenam, pergunakan waktu senggang untuk membaca, menulis dan mening-katkan kapasitas pikiran (mind) pada umumnya.
–000–
Membaca deretan tututan sikap dan perilaku tersebut, terbersit kesan kuat tentang betapa polisi modern itu kuyup dengan tuntutan untuk bersikap terhadap dan memperlakukan publik sebagai manusia dengan sekalian martabatnya.
Untuk itu polisi hendaknya selalu mencerahkan diri sendiri dengan meningkatkan kapasitas dan kualitas kemanusiaan-nya dalam berbagai aspek.“shaking hands with entire community”.
Itulah potret polisi sipil “in the nutshell”.
Melihat keadaan sekarang, rasanya perjalanan ke arah itu masih cukup panjang. Obsesi “polisi kurus” yang bernama Hoegeng merupakan gaung kepolisian modern seperti dirintis oleh Robert Peel.
Kendati polisi amat berbeda dengan militer, tetapi ia tetap merupakan kekuatan para-militer.
Untuk menghadapi dan memenangi perang terhadap kejahatan, polisi harus bertindak keras dengan menggunakan kekuatan (force)
Penggunaan kekuatan dan kekarasan ini memang agak berseberangan dengan “sikap halus” dalam menjalankan tugas.
Meng-hadapi kejahatan dan penjahat, polisi perlu tampil sebagai suatu organi-sasi yang berdisiplin tinggi, mengikuti garis komando agar bisa bergerak cepat. Maka polisi pun akan menam-pilkan watak militernya.
Namun, hal itu tidak boleh menjadi “watak permanen” polisi, melainkan sekadar fungsi dari tugasnya memberantas kejahatan. Selabihnya polisi tetap merupakan polisi sipil, “a civilian in uniform”.
Kesulitan mulai sejak kedua kaki polisi, yaitu para-militer dan sipil, harus berdiri di satu platform. Memadukan keduanya adalah tidak mudah. Itulah sebabnya polisi sering disebut sebagai “kekuatan ambi-valen”, karena ia boleh menggunakan kekuatan dan kekerasan fisik, tetapi pada saat bersamaan dikendalikan dengan ketat oleh hukum.
Polisi Inggris sering mengeluh, bahwa “kita dikalahkan oleh penjahat dan brandal di jalan-jalan, oleh karena kaki dan tangan kita diikat”.
Seperti yang ditegaskan apa pun yang terjadi, timbangan terhadap polisi hendaknya lebih berat ke polisi sipil. Polisi modern sudah identik belaka dengan polisi sipil. Karakteristik yang membedakan antara “polisi modern” dan “polisi kuno” terletak pada identitas sipil dengan atributnya itu. Masyarakat hanya akan benar-benar menikmati layanan dan perlindungan oleh polisi-polisinya, manakala polisi itu berwatak sipil.
–000–
Sejak polisi modern dituntut berwawatak sipil, maka dunia kepolisian bergelimang dengan masalah perilaku, baik moral, etika serta empati terhadap penderitaan manusia. Di sinilah kehadiran sosok seorang Hoegeng ibarat “tiupan angin segar” yang sungguh menye-jukkan. Mengingat Hoegeng akan selalu mengi-ngatkan kita pada isyarat-isyarat yang muncul dari “polisi kurus” itu. Yang senantiasa mengingatkan polisi Indonesia masa depan akan dimensi etika, moralitas dan kemanusiaan dalam menjalankan tugasnya
.
Para polisi tak perlu belajar teori tentang polisi untuk mengetahui apa yang seharusnya dilakukan polisi dalam menja-lankan tugasnya,karena dihadapan ada contoh konkret , dengan cara memotret detil-detil sikap dan perilakunya Jendral Hoegeng.
Akhirnya kita tidak bermaksud mengglorifikasi atau pengultusan terhadap Hoegeng. Jendral Hoegeng adalah manusia biasa dengan segala kelebihan dan keku-rangannya. Kehadirannya di menjadi oase, karena sikap dan perilakunya sebagai “manusia polisi” atau “polisi yang manusia” yang pantas untuk diteladani oleh para polisi Indonesia masa depan, yaitu polisi yang otentik, profesional dan bermartabat.
—-000—–
Jakarta,14 September 2025
Komentar