Editorial ini tidak bermaksud mengadili Gibran, melainkan menegaskan pentingnya respons DPR. Sebagai representasi rakyat, DPR tidak boleh terjebak dalam kalkulasi politik sempit. Mengabaikan suara publik justru berisiko memicu eskalasi sosial yang lebih besar. Amuk massa pada akhir Agustus lalu seharusnya menjadi pelajaran.
DPR saat ini diuji: apakah setia pada konstitusi dan mandat rakyat, atau tenggelam dalam kepentingan politik jangka pendek. Mengabaikan isu pemakzulan bukan sekadar masalah prosedural, tetapi juga soal moralitas politik.
Komentar