Buku ini mengajak pembaca untuk menelusuri ulang makna hening, keheningan, sebagai ruang kontemplatif, sebagai bentuk keberanian untuk berjarak dari arus utama, dan sebagai strategi eksistensial dalam menghadapi dunia yang gaduh.
Sejalan dengan gagasan Susan Sontag (2001), yang menulis bahwa “silence remains, inescapably, a form of speech,” (Keheningan tetaplah, tak terhindarkan, sebuah bentuk ucapan), maka hening yang ditawarkan dalam buku ini, bukanlah pelarian, melainkan sikap kritis terhadap dunia yang terlalu banyak bicara tapi sedikit mendengar.
Melalui refleksi keseharian, catatan filosofis, dan kisah personal, Sejenak Hening sedikit bergeser dari gaduh, untuk tidak menawarkan jawaban final, melainkan membuka ruang untuk bertanya: “apakah kita masih sanggup mendengar diri sendiri di tengah suara yang saling menenggelamkan?”
Dr. H.M. Guntur Alting, telah memberikan jawaban-jawaban apik dan kritis dari sejumlah artikel yang ada di buku ini. Semoga buku ini menjadi “oase “di tengah kehidupan yang gaduh. []
Komentar