oleh

ORANG-ORANG JENUH

-OPINI-481 Dilihat

Dalam “Escape From Freedom” karya Erich From, menyebutkan ;Kebanyakan dari kecemasan dan pertentangan batin manusia berasal dari otak manusia yang sibuk dan terlalu aktif.

Otak manusia yang selalu membutuhkan sesuatu untuk menghiburnya, untuk dipikirkan, dan selalu bertanya-tanya, “Setelah ini apa?” Sambil menghabiskan makan malamnya, kita memikirkan apa hidangan penutupnya.Waktu sudah tersedia hidangan penutup, kita berpikir-pikir lagi, apa yang enak dilakukan setelah ini.

Setelah menghabis-kan malam hari, ada lagi pertanyaan, “Apa enaknya yang kita lakukan akhir pekan ini?” Setiba di rumah kita langsung menya-lakan televisi, mengangkat handphone, membuka buku atau mulai beres-beres.

Baca Juga  Kapolres “Jaga Sula” dari Dapur Rakyat

Seolah-olah kita takut tak punya sesuatu yang harus dilakukan, bahkan untuk se-menit pun,

***

Segi positif dari tidak melakukan apa-apa mengajarkan manusia untuk menjernihkan pikiran dan bersikap santai. Ini memberi pikiran yang beba untuk “tidak menge-tahui” selama beberapa waktu. Seperti halnya tubuh, pikiran juga kadang-kadang membutuhkan istirahat dari kesibukan-nya yang terus-menerus.

Baca Juga  Maluku Utara: Miskin Dalam Bahagia

Bila kita membiarkan pikiran kita ber-istirahat, pikiran itu akan kembali lebih kuat, lebih tajam, serta lebih terfokus dan kreatif.Inilah yang membuat banyak yang menepi sejenak pada kehingan.

Bila membiarkan diri merasa bosan, manusia akan terlepas dari sejumlah besar tekanan untuk melakukan sesuatu, setiap detik setiap hari.

Sabtu kemarin, Yusuf Abdullah anak saya megeluh “Aba, saya bosan di rumah. Ayo, jalan-jalan yo..!”. Karena isi dompet yang mulai menipis, saya membalasnya dengan berkata, “Bagus, belajarlah untuk bosan. bosan saja seben-tar. Itu baik nak.” ujar saya diplomatis berkat membaca buku ini.

Baca Juga  Dalih Jokowi Tunjukkan Ijazahnya Di Pengadilan, Tidak Pernah di Penuhi

Ia tak tak terima dan protes. Tapi lama-lama, ia belajar tidak lagi mengeluh untuk tidak berlibur atau sekedar jalan-jalan. Bisa jadi karena terpaksa atau karena ingin belajar menerima keadaan.

Nah, setelah memahami jalan pikiran sang penulis buku ini. Maka masih pentingkah kita menghindari rasa bosan? Wallahu’alam(***)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *