oleh

Menguji Janji di Balik Perjuangan 11 DOB Maluku Utara: Antara Gema Aspirasi dan Agenda Nyata

-OPINI-622 Dilihat

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah menggariskan bahwa restu dan dukungan daerah induk adalah kunci pembuka gerbang pemekaran. Tanpa sinyal hijau yang kuat dari “orang tua,” maka perjuangan sebuah calon DOB ibarat berlayar tanpa kompas. Lalu, bagaimana cara mengukur keseriusan komitmen tersebut?

Jawabannya tidak terletak pada pidato-pidato berapi-api di atas panggung, melainkan pada jejaknya dalam dokumen perencanaan paling sakral di daerah: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dokumen inilah denyut nadi kebijakan, cerminan visi dan prioritas seorang kepala daerah. Jika pemekaran memang dianggap agenda strategis, ia semestinya terukir jelas di sana.

Baca Juga  Kalau Jokowi memang Alumni UGM

Publik layak bertanya, adakah program spesifik untuk memperkuat infrastruktur di wilayah calon DOB? Adakah alokasi anggaran untuk penyiapan kelembagaan dan peningkatan kapasitas aparatur di sana? Jika semua itu hening dalam RPJMD, maka dukungan yang selama ini terdengar bisa jadi hanya pemanis bibir—sebuah afirmasi verbal yang belum membumi menjadi kebijakan konkret.
Pemekaran Adalah Strategi, Bukan Sekadar Pemisahan

Baca Juga  Cak Imin dan Gugatan atas Trickle Down Effect Mukhtar Adam, Ketua ISNU Maluku Utara

Harus dipahami bersama, pemekaran bukanlah euforia membagi kekuasaan atau memisahkan wilayah. Ia adalah sebuah strategi besar untuk memangkas rantai birokrasi yang panjang dan berbelit, terutama di wilayah bercorak kepulauan seperti Maluku Utara. Dengan lahirnya pemerintahan baru yang lebih ramping, harapan membuncah agar denyut kehidupan masyarakat dapat dirasakan lebih dekat oleh negara, sumber daya alam dikelola untuk kemakmuran lokal, dan tak ada lagi warga yang merasa ditinggalkan.
Namun, harapan besar ini harus ditopang oleh fondasi yang kokoh. Tanpa persiapan matang yang diorkestrasi oleh pemerintah induk, perjuangan ini berisiko layu sebelum berkembang. Pemerintah pusat tidak akan mengambil risiko menyetujui sebuah “pertaruhan” tanpa bukti kesiapan yang komprehensif.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *