Mukhtar menggarisbawahi pentingnya sinergi antara pusat dan daerah. “Kebijakan fiskal tidak bisa berdiri sendiri. Optimalisasi belanja daerah menjadi kunci untuk pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan,” katanya.
Indonesia dalam Lanskap Global: Resilien, Tapi Tidak Kebal
Ekonom Unkhair Ternate ini mengatakan, Jika dibandingkan dengan negara-negara utama, posisi Indonesia relatif tangguh. Pertumbuhan ekonomi ~5% masih lebih tinggi dari AS (~1,4%), Tiongkok (~4%), dan rata-rata ASEAN (~4%). Inflasi Indonesia juga jauh lebih rendah dibanding negara maju dan berkembang lain.
Namun, tantangan global tetap nyata. Eskalasi perang dagang, tekanan pasar keuangan, serta pelemahan harga komoditas berpotensi menekan ekspor dan pendapatan negara.
Lembaga-lembaga internasional seperti IMF, World Bank, dan OECD sepakat bahwa Indonesia memiliki kebijakan makro yang kredibel. Namun mereka juga mengingatkan risiko eksternal yang bisa mengubah skenario secara cepat.
APBN 2026: Navigasi Strategis dalam Badai Global
APBN 2026 diharapkan menjadi instrumen strategis untuk menjaga momentum pertumbuhan sekaligus meredam dampak eksternal. Keseimbangan antara ekspansi fiskal dan kehati-hatian anggaran menjadi kunci.
“Dengan inflasi rendah dan defisit fiskal yang terjaga, Indonesia memiliki fleksibilitas kebijakan yang cukup untuk menghadapi ketidakpastian global,” kata Mukhtar. Ia menambahkan bahwa efektivitas belanja pemerintah terutama pada program-program prioritas akan menentukan apakah pertumbuhan bisa mencapai kisaran atas, yakni mendekati 5,8%.
Dalam pidato kenegaraannya nanti, Ekonom kritis ini memperkirakan Presiden akan menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor, kesinambungan reformasi struktural, serta penguatan ekonomi domestik sebagai benteng dari tekanan global.(***)
Komentar