Narasi reposisi ibu kota dari Sofifi ke Tidore bukan hanya menyesatkan, tetapi juga inkonstitusional. Ia mengabaikan mandat dari Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999, mengkhianati semangat desentralisasi, dan merusak tatanan hukum yang menjamin kepastian wilayah administratif. Yang perlu dilakukan saat ini bukanlah reposisi, tetapi realisasi penuh dari amanat undang-undang tersebut — yakni menjadikan Sofifi sebagai ibu kota yang layak, lengkap, dan berfungsi. Tidore, dengan segala hormat, adalah kota bersejarah. Tapi sejarah tidak membatalkan hukum. Dan dalam hal ini, hukum telah memilih: Sofifi.
Tulisan ini bukan sekedar mempertahankan Sofifi semata. Tapi untuk mempertahankan logika hukum, akal sehat bernegara, dan martabat peradaban. Karena pada akhirnya, ibu kota bukan hanya tempat. Ia adalah keputusan — dan keputusan itu telah diambil, dua puluh lima tahun yang lalu.
Komentar