Gambar Pulau Maitara dan Tidore dipecahan kecil ini bukanlah kebetulan. Ia menyiratkan bahwa dalam lalu lintas ekonomi nasional, daerah-daerah pinggiran seperti Maluku Utara hanya mengalami perputaran uang dalam jumlah kecil—Rp1.000 sebagai cermin ketimpangan arus kas dan konsentrasi pertumbuhan. Ia menjadi simbol “pelambatan dari pinggiran” dalam arsitektur ekonomi nasional yang kala itu masih mengandalkan model pembangunan Jawa-sentris dan mazhab trickle-down effect, yaitu anggapan bahwa kemakmuran dari pusat akan “menetes” ke pinggiran.
Namun teori ini telah dikritik secara tajam—bahkan oleh Presiden Prabowo Subianto—yang menyatakan bahwa trickle-down tidak cocok dengan struktur Indonesia sebagai negara kepulauan. Model itu gagal menjawab kebutuhan nyata masyarakat di ribuan pulau yang terpencil, tersebar, dan terlupakan dari peta utama pembangunan nasional.
Komentar