Maluku Utara bukan sekadar provinsi, melainkan konstelasi ribuan pulau, dimana 64 pulau berpenghuni, 7 pulau layak huni, dan 23 pulau satu desa satu pulau. Namun dalam dokumen Kajian Fiskal Regional (KFR) yang disusun oleh Kanwil Perbendaharaan Kemenkeu, pembacaan fiskalnya tetap berhenti pada agregasi kabupaten/kota. Tak satu pun halaman yang menguraikan bagaimana dana desa, DAK, atau belanja K/L dialokasikan antar-pulau.
Kerangka Konseptual: Keadilan Fiskal dan Geografi Publik. Kajian yang berkembang saat ini merekomendasikan pendekatan baru dalam mendesain fiskal subnasional. Dalam studi oleh Caldeira et al. (2022), terbit di Journal of Economic Geography, konsep spatial fiscal justice ditegaskan sebagai “keseimbangan antara alokasi fiskal dan kebutuhan wilayah berdasarkan kerentanan geografis, bukan sekadar populasi atau PAD” . Sejalan dengan Martinez-Vazquez dan Smoke (2020) menekankan bahwa dalam negara multikepulauan, seperti Indonesia dan Filipina, intergovernmental fiscal transfer harus berbasis kebutuhan spasial, termasuk biaya transportasi, keterisolasian, dan indeks kemahalan konstruksi
Belajar di Negara Lain. Filipina, negara sahabat kepulauan, telah mengembangkan Internal Revenue Allotment (IRA) yang memprioritaskan daerah terpencil dengan indeks kebutuhan spasial. Begitu pula di Madagaskar, pemerintah mengadopsi peripheral cost adjustment dalam Dana Alokasi Umum mereka, dengan memasukkan variabel logistik dan ketertinggalan fisik.
Atau memotret negara kecil di eroap yang Bernama Malta, justru menyusun anggaran nasional berbasis blok geografis, bukan administratif, dan melakukan participatory budgeting per gugus pulau.
Komentar