PILKADA Malut : Kampanye di Bumi Hibua Lamo, Dr.H.Muhammad Kasuba dan Isteri Bikin Jadi Romantis
Pada acara MAHOKA ini, H.Muhammad Kasuba dan Isterinya duduk di pelaminan adat layaknya sepasang kekasih yang sedang menjalani prosesi pernikahan .H.Muhammad Kasuba dan Isteri nampak tampil dengan busana pengantin adat suku Togale bak kisah Dilan -Milea
HALUT – Kampanye hari ke dua calon Gubernur nomor urut 3 paket MK-BISA, Dr. H. Muhammad Kasuba, MA semakin romantis.Kampanye hari ke 2 yang digelar di Desa MKCM, Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara, Sabtu (28/09/2024) selain dihadiri ribuan masa pendukung dan simpatisan juga dirangkai dengan proses adat yang sarat Romantisme adat dan budaya suku Tobelo-Galela.
Ribuan masa yang hadir dengan antusias menyuarakan dukungan mereka dengan teriakan “Nomor 3, MK-Bisa menang itu larut dalam proses adat MAHOKA yang dijalani H.Muhammad Kasuba dan isterinya itu.Desain kampanye Dr.H.Muhammad Kasuba yang romantis memberikan pesan kuat bahwa kampanye di Pilkada adalah pesta rakyatyang harus dilakoni dengan gembira.
Acara kampanye ini dimulai dengan penyambutan rombongan menggunakan tarian tradisional cakaleke, serta upacara adat penerimaan Mahoka, yang dalam budaya Tobelo-Galela dikenal sebagai upacara penerimaan anak menantu. Upacara ini merupakan simbol penghormatan dan penyambutan bagi para tamu kehormatan atau pihak yang akan menjadi bagian dari keluarga besar dalam tradisi masyarakat Togale.
Pada acara MAHOKA ini, H.Muhammad Kasuba dan Isterinya duduk di pelaminan adat layaknya sepasang kekasih yang sedang menjalani prosesi pernikahan.H.Muhammad Kasuba dan Isteri nampak tampil dengan busana pengantin adat suku Togale bak pasangan Dilan -Milea.
Husni Bajah ketika dikonfirmasikan media ini mengatakan, dalam konteks pernikahan adat Suku Galela, tradisi serupa juga berlaku bagi setiap wanita yang menikah dengan laki-laki dari Galela, Halmahera Utara. Wanita yang menikah dengan pria dari suku ini akan menjalani tradisi “dohu tiodo” atau “cuci kaki” sebagai bagian dari acara penerimaan menantu, yang dalam bahasa setempat disebut sebagai “motdoka.”
Tradisi ini memiliki makna mendalam sebagai simbol pembersihan dan perlindungan bagi menantu perempuan. Melalui ritual ini, sang menantu diperkenalkan kepada keluarga suaminya (o geri doroa) dan masyarakat luas (o kawasa). Tujuan dari tradisi ini adalah untuk memastikan bahwa menantu perempuan tersebut mendapatkan perlindungan adat dan tidak mengalami perlakuan yang tidak sopan dari masyarakat sekitar.
“Dohu tiodo” adalah warisan leluhur Suku Galela yang telah ada sejak lama dan dianggap sebagai bagian penting dari identitas budaya. Tradisi ini tidak hanya melambangkan penghormatan kepada perempuan, tetapi juga menegaskan peran perempuan sebagai pemegang unsur kehidupan, atau “o gikiri,” karena perempuan dianggap sebagai sumber kehidupan melalui rahim dan air susu yang memberikan kehidupan. Perempuan juga dilihat sebagai lambang kesuburan dalam masyarakat Galela.
Upacara cuci kaki ini biasanya dilaksanakan di depan rumah keluarga suami, di bawah sabua (tenda) yang didirikan khusus untuk acara tersebut. Masyarakat setempat turut berpartisipasi dan menyaksikan pelaksanaannya sebagai wujud kebersamaan dan solidaritas. Tradisi ini dapat dilaksanakan pada pagi, sore, atau malam hari, tergantung pada kesepakatan keluarga.
Saat tradisi ini dilaksanakan, menantu perempuan akan mengenakan pakaian adat Galela, yang terdiri dari kebaya (kokotu) dan rok bunga (o gado ma leru), serta aksesoris adat lainnya. Penampilan ini menambah kesakralan dari acara “motdoka” dan memperkuat ikatan antara keluarga dan tradisi. (***)