Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serentak di provinsi Maluku utara bakal digelar pada bulan November 2024.Interes grup baik partai politik, kandidat dan tim sukses memberikan atensi utama agenda demokrasi ini.
Pilgub secara sistematis merupakan medium demokratis untuk memilih pemimpin Malut 5 tahun ke depan sekaligus sebagai ikhtiar untuk memperkuat masa depan tatanan demokrasi itu sendiri.
Harapan besarnya, terpilih Gubernur-Wakil Gubernur Malut periode 2024-2029 yang aspiratif sekaligus ikut menjaga tegaknya tatanan demokrasi di provinsi Maluku utara.
Ikhtiar ini harus menjadi alarm kewaspadaan segenap komponen dan rakyat Maluku utara karena hasil pemilu yang demokratis belum 100% menjamin kelangsungan dan tegaknya demokrasi.
Sejarah menunjukan, pemerintahan hasil pemilu demokratis bisa melemahkan bahkan meruntuhkan sistem demokrasi itu sendiri.Apa interes politik dibalik pelemahan demokrasi tak lain bertujuan untuk menguasai sumber daya ekonomi baik keuangan dan kekayaan SDA secara koruptif.Sebab melemahnya demokrasi otomatis ikut melemahnya kontrol dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
Korupsi dan kekuasaan, ibarat dua sisi dari satu mata uang. korupsi selalu mengiringi perjalanan kekuasaaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan ” pintu masuk” bagi tindak korupsi. inilah hakikat dari pernyataan Lord Acton, guru besar sejarah modern di Uneversitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke-19. Dengan adagium-nya yang terkenal ia menyatakan : “power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely” (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut).”
Sejarah menunjukan, Hitler, pemimpin Fasis Jerman dan Mousolini pemimpin fasis Italia adalah sederet pemimpin yang dipilih secara demokratis melalui pemilu namun kemudian tampil sebagai pemimpin otoriter yang ademokratis pasca terpilih dan dilantik sebagai pemimpin.Mereka pada hakikatnya ingin menguasai negara secara totalitarianisme agar menguasai seuruh sumber daya ekonomi.
Dalam konteks ke Indonesia dan diera otonomi daerah, tanpa perlu menyebutkan siapa pemimpinnya, kritik terhadap kekuasaan yang tidak demokratis terus bergema padahal para pemimpin dan rezim itu lahir dari hasil pemilu yang demokratis.
Komentar