oleh

Idulfitri : Merefleksikan “Kisah-kasih” Ibu [Part.33].

Usai melaksanakan sholat Ied di masjid Nurul Iman,Santiong,saya dan keluarga menziarahi kuburan mertua,orang tua dari isteri saya,yang kebetulan berjarak tak jauh dari kediaman mereka.Turut pula,semua anak-anak dan cucu-cucu mereka,terasa lengkap pagi tadi.

Usainya,saya menuju ke kediaman karib yang juga pimpinan redaksi media ini di kampung sebelah,Makasar Barat.Sial,isyarat pesan Whatsapp tak berbalas,pintu depan terkunci.Berbalik arah,saya menuju Gamayou,ke kediaman karib saya,Jufri Abuhair.Saya sering menyapanya,ustadz Upi.Kebetulan juga,beliau alumni IAIN.

Baca Juga  Kejujuran Sang Presiden Ksatria

Di teras rumahnya yang juga sering jadi tempat event domino di kota Ternate,kami mengobrol banyak hal,yang dominan bertema Idulfitri.Beliau baru saja kembali dari tugas khutbah sholat Ied di masjid Sasa dan tema khutbahnya tadi yang kami diskusikan,saya “sari”kan pada tulisan pendek ini.

Mengurai pesan surat Al-baqarah ayat 183,yang sering di kutip ketika menjelaskan tentang hal ihwal puasa Ramadhan dan pesan Hadits Nabi tentang imbalan bagi siapa saja yang bersungguh-sungguh melaksanakan puasa Ramadhan dengan penuh keimanan,karib saya ini mengatakan bahwa pesan dan i’tibar paling penting dan paling pokok tentang keutamaan bulan Ramadhan adalah bahwa dia adalah bulan tarbiyah ibu bagi diri.Mengutip sabda Nabi,dia mengurai bahwa Ramadhan adalah bulan Allah pada sifatNya yang di masukan pada unsur yang melekat dalam diri ibu,yakni Rahim,pengasih.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *