Pilpres 2024 menjadi momentum krusial bagi masa depan bangsa. Pilpres akan membuktikan apakah Indonesia akan kembali ke Orde Reformasi atau melanjutkan kerangka berpikir Orde Baru.
Tadinya kita mengira Jokowi yang kerakyatan dan sederhana akan menggenjot reformasi yang sudah dimulai para pendahulunya pasca Soeharto lengser, Mei 1998. Ternyata tidak. Malah ia membuka jalan bagi kembalinya Orba.
Presiden-presiden sebelumnya telah melakukan reformasi fundamental untuk membawa bangsa ke era keadilan, kemakmuran, dan civilized. Kendati masa kekuasaannya hanya 17 bulan, Presiden BJ Habibie menerapkan kebebasan pers dan penyelenggaraan pemilu multipartai yang demokratis, meskipun karena itu ia harus kehilangan kekuasaan.
Presiden Abdurrahman Wahid menguatkan apa yang sudah dilakukan Habibie dengan membubarkan Departemen Penerangan. Departemen ini merupakan senjata strategis rezim Soeharto dalam menguasai media. Padahal, media adalah pilar demokrasi penjaga akal sehat bangsa.
Semangat Gus Dur memberantas korupsi terlihat dari kebijakannya membubarkan Departemen Sosial yang memang menjadi sarang korupsi.
Reformasi yang dilakukan Presiden Megawati adalah mendirikan KPK melalui UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan demikian, ia meng-endorse kebijakan Gus Dur. Beliau juga melakukan peningkatan kapasitas hukum. Harapannya, semua aktivitas bangsa berjalan dalam aturan yang disepakati.
Selama 10 tahun pemerintahan SBY (2004-2014), konsolidasi demokrasi meningkat melalui penguatan sistem, kelembagaan, dan budaya demokrasi. Ini ditandai dengan makin berfungsinya checks and balances antar cabang kekuasaan negara. Juga pemilu secara berkala, damai, fair, serta terbangunnya kelengkapan negara yang menjamin kehidupan demokrasi dan good governance.
Namun, sejak Joko Widodo yang tak suka membaca menjadi presiden pada 2014, reformasi berbalik arah. Mungkin itu bukan niatnya, tapi hasil alami ketika ia menyerahkan kekuasaan kepada Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan, sosok Orba yang otentik. Kebetulan Luhut tahu persis watak serakah Jokowi, teman lamanya sejak Jokowi masih menjabat sebagai Walikota Solo.
Tak lama, keluhan mulai bermunculan. Dewan Pers menyatakan kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi kini menghadapi upaya pembungkaman setelah UU KUHP disahkan pemerintah dan DPR.
Karena, UU ini dapat menjerat wartawan dan perusahaan pers sebagai pelaku tindak pidana ketika menjalankan tugas jurnalistik. Juga berbahaya bagi demokrasi, kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta pemberantasan korupsi. Apa boleh buat dengan UU ini, salah satu pilar demokrasi goyah.
Pemilu multipartai yang demokratis pun kini dalam ujian berat. Pertama, ada indikasi kuat KPU bekerja menurut pesanan pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan politiknya. Misalnya, KPU Pusat mengintervensi KPUD dalam proses verifikasi parpol.
Komentar