oleh

SOSOK LELAKI (ITU) ADALAH ‘PAK ZULHASAN”

-OPINI-180 Dilihat

Oleh : M.Guntur Alting

__

SIANG itu jum’at. Di luar masjid jalan raya Gatot Subroto, matahari terik menyengat, seolah membakar kota Jakarta

Di atas hamparan karpet indah bak permadani, sesosok lelaki duduk bersila penuh khusu. Mulutnya komat-kamit, sementara jari-jari tangannya memutar tasbih yang dipegangnya.

Sarungnya dominan bermotif biru, sedikit perpadu dengan garis hitam tipis, pakaian koko putih, berpeci hitam, di dagunya dipenuhi bulu-bulu yang telah memutih.

Ia duduk di baris ke dua. Sementara posisi saya persis di depan mimbar, deretan baris pertama, membelakanginya

Jamaah yang hadir pun baru 4 atau 5 orang. Dari pakaian dan waktunya, menandakan ia sangat memuliakan hari jumat.Tidak seperti umumnya jamaah perkotaan, yang saat jumatan memakai pakaian apa adanya.

Lelaki itu tak lain adalah Zulkifli Hasan, sang Ketua Umum PAN yang biasa disapa Pak Zul atau Pak Ketum bagi kalangan kader PAN.

Awalnya saya tidak yakin kalau ia adalah Pak Zul, mengingat tempat saya khutbah adalah masjid Kantor Kementrian BKPM. Sementara Pak Zul saat itu adalah Ketua MPR.

Sejak 4 tahun lalu saya punya jadwal tetap sebagai khatib di kementrian BKPM. Dalam setahun dapat kesempatan 3 kali, januari, juli dan desember. Kadang saat ramadhan ngisi pegajian dhuhurnya.

Baca Juga  ANAK-ANAK (MALUKU UTARA) DI RUANG-RUANG KULIAH

Saya masih ingat awal masuk BKPM, kala itu kementrian ini masih dipimpin oleh Tom Lembong sebelum di resafel Jokowi, dan diganti Bahlil. Saat ini BKPM dipimpin oleh Rosan Roeslani.

Saat dipimpin Tom lembong, tentu saya tak bisa ketemu di momen jumatan karena ia non-muslim. Baru pada masa Bahlil seingat ingat saya, ada 3 momet ketemu di jumatan. Untuk kisah bahlil akan ditulis esai tersendiri.

–000–

Usai rangkaian khutbah, shalat, zikir dan doa dipimpin imam. Saya pun melirik ke sosok itu, ia masih khusu dengan wiridnya, saya tetap menunggu.

Tak berselang lama, tiba-tiba ada tangan yang menyentuh punggung saya.

“Ustadz..saya terkesan dengan khutbahnya, singkat, padat, meyentuh” ucap lelaki itu yang tak lain adalah Pak Zulhas yang saya tunggu.

Tentu saya merasa sedikit ‘geeer’ dengan pujiannya. Tapi tetap dengan gesture saya yang terkontrol.

“Oh salam kenal Pak Zul, terimakasih , saya masih tetap terus belajar agama. Terimakasih juga telah merekomedasikan saya untuk maju di Pilkada Kota Tidore 2020 kemarin” Kata saya sambil meraih tangannya.

Baca Juga  PURBAYA

Mendengar ucapan saya, sontak ia bereaksi ” Oh saya jadi ingat Anda yang berpasangan dengan kadersnya Pak OSO kan” benar jawab saya singkat.

“Ayo temani saya makan siang di rumah..kita ngobrol-ngobrol di sana.” Ucapnya.

Saya sempat ragu menerima ajakan itu.Tapi akhirnya tanpa pikir panjang saya jawab.

” Siap Pak Ketum”

Saya pun pamit pada pegurus DKM dan menemani Pak Zul keluar dari Masjid, sebuah mobil sedan hitam nomor polisi R-5 sudah menunggu, dari referensi, saya ketahui itu mobil ketua MPR.

Sang sopir sigap membuka pintu dan Pak Zul mempersilahkan saya duduk di sampingnya.

Mobil pun meluncur keluar dari pintu belakang BKPM dan hanya dalam hitungan 10 menit, mobil sudah masuk di kompleks kementrian Widya Chadra dan berhenti di depan sebuah rumah.

Itulah rumah dinas ketua MPR. Saya jadi ingat di akhir 2020 lalu di rumah ini, saya dengan Basri Salama menerima rekomendasi PAN yang diserahkan Waketum, karena Pak Zul keluar kota.

Baca Juga  PPP, Partai Islam Yang Ditelantarkan

–000–

Di ruangan tamu, nampak foto Pak Zulhas dan keluarga terpampang di dinding.

Ia pun mengajak menuju ke ruang makan, di atas meja terhidang aneka menu, mata saya tertuju pada 5 lobster (udang besar) yang kemerah-merahan.

“Ayo Ustadz, ini lobster kesukaan saya, sangat gurih, kirman dari Banten, lupakan dulu kolesterol, sekali-kali nikmatin”. Ucapnya.

Ia pun mengangkat 1 lobster di atas piring saya.Sambil makan beliau bertanya gambaran pilkada Tidore, ia pun menceritakan trend politik pilkada. Ia lanjutkan cerita banyak hal, ngalir, tidak formal, sangat santai. Kadang disertai dengan guyon.

Saya ingat ia menyebut nama Ibu Ratna Namsa.“Ketua PAN kota tidore itu Ibu Ratna Namsa” iya Pak Ketum.

Kesan yang saya tangkap dari kepribadiannya. beliau orannya hangat, ramah dan sejuk. Setiap pembicaraan penuh demgann senyum khasnya, sambil tertawa kecil.

Di meja makan saat itu, kami hanya bertiga ditemani oleh ajudannya. Usai makan saya pun pamit dan beliau berkenaan untuk foto bersama di ruangan tamu.

–000–

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *