oleh

APBD Maluku 2025, Efisiensi Pulau, Dari Dilema Belanja Hibah

-OPINI-310 Dilihat

Sumber penurunan terbesar berasal dari rasionalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan transfer pusat, masing-masing turun Rp146 miliar dan Rp217 miliar. Dengan demikian, ruang fiskal daerah semakin menyempit, disisa waktu, sulit untuk melakukan ekspansi fiskal ditengah Gerak tumbuh ekonomi yang masih terbatas, diperlukan Solusi lain agar menutup tahun 2025, dengan capaian pertumbuhan searah RPJMD Maluku.
Mengantungkan harapan pendapatan ke pusat, sebuah keniscayaan dari skema fiskal yang didesain negara, regulasi yang diatur dalam Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, telah memaksa daerah untuk terus menanti transfer pusat ke daerah, karena itu Jalani saja proses ketergantungan, tidak perlu menutupi deficit dengan membebani pajak ke rakyat yang berlebihan, bahka diperlukan insentif pajak untuk mendorong mobilitas barang dan jasa dari pulau besar ke pulau kecilm dari kota ke desa, melalui skema fiskal.

Baca Juga  Penempatan Uang Negara, Gaya Koboi Menkeu Baru

Negara memang lagi tidak ramah kepada daerah, upaya sentralisasi dari penyempitan fiskal, akibat Pandemi Covid-19, yang direspon dengan Perpu 1/2020, tanpa Batasan deficit yang terjaga, kini kita mengalami jebakan utang, yang sedikit berkeringat menjaga stabilitas fiskal dari tekanan pokok utang dan bunga pinjaman yang jatuh tempo, akibat kemudian saluran dana transfer yang terbiasa dengan 26% dari pendapatan netto pajak, telah hilang dalam UU HKPD.

Baca Juga  Program Linkage Perbankan, Solusi Pembiayaan Koperasi Merah Putih (KMP)

Hilangnya 26% dari pendapatan netto dalam UU, memberi keleluasaan pada otoritas fiskal untuk menekan dana transfer yang tercermin dalam RAPBN 2026, setidanya mengirimkan pesan upaya sentralisasi fiskal, yang dimulai dengan kebijakan mandatory spending sebagai jalan baru menuju sentralisasi fiskal, yang perlu diwaspadai bersama.
Kembali kesoal fundamental daerah kepulauan, yang rentan pada kemiskinan dan ketertinggalan, di seluruh provinsi berciri kepulauan, menjadi kesepakatan akademik problem logistic dan obilitas yang berbiaya tinggi menjadi problem mendasar, disaat yang sama, struktur pemerintahan yang mengadopsi model eropa kontintal dengan penyebutan Provinsi Kabupaten/kota dalam derivative Pasal 18 UUD 1945, membuat pengelolaan pulau-pulau kecil tersembunyi rapat dalam administrasi pemerintahan, yang berimplikasi pada semua komponen indicator pembangunan termasuk fiskal.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *