Pemimpin masa lalu tidak memiliki deretan Gelar, Pangkat, dan Jabatan, sebagai kekuatan jaringan membentuk pasar, tapi dengan kepercayaan menciptakan perubahan, mampu menerebos berbagai sekat untuk memperkenalkan produk rakyat ke pasar global.
Rakyat Gugus Pulau (Kie Ma Fato-fato), yang menanam cengkih, menghasilkan bunga cengkih dan buah cengkih yang berlimpah di Pulau Ternate, Pulau Tidore, Pulau Moti dan Pulau Makian, yang berlimpah tak memiliki nilai ekonomis, menjadi gelisah para Kolano memasarkan produk rakyat ke pasar yang efisien agar nilai tambah dari usaha rakyat akan terbentuk dalam entitas ekonomi, selalu menjadi pertanyaan besar yang dicarikan solusi melalui skema pemasaran, promosi, dan distribusi yang memberi nilai tambah atas komoditi rakyat yang pasti inklusif.
Keyakinan pada pasar sebagai media pertukaran aset (transaksi) untuk menciptakan nilai tambah komoditi cengkeh rakyat Kie Ma Fato-fato, telah dimulai sejak 2000 tahun sebelum masehi, yang ingin menempatkan pasar Timur Tenggah, sebagai pasar potensial bagi komoditi cengkih, namun jarak dan tantangan membutuhkan peta jalan (Roadmap) pasar yang disusun secara rapi dan bertahap.
Peradaban Mesopotamia, 1700 Sebelum Masehi (SM), dalam catatan Arkeologis, cengkih yang terbakar di situs Mesopotamia, menjadi bukti komoditi cengkih dari tanah Kie Ma Fato-fato telah di pasarkan di Timur Tengah bersama para pedagang Arab, komoditi cengkih melalui strategi Promosi ke bangsa India sekitar abad ke 2 sebelum masehi, utamanya di wilayah Kerala, atau sebutan lain Grambu, Karatambu, Laung atau Lavanga, melalui promosi Kesehatan kepada warga India telah menjadikan cengkih sebagai ramuan pengobatan tradisional dan tradisi upacara keagamaan. Hasil negosiasi dagangan bersama India, telah menempatkan India sebagai Eksportir cengkih terbesar di dunia pada abad ke 5 yang menguasai pasar Timur Tenggah.
Komentar