BELA RAKYAT, PKS MENOLAK PENGESAHAN RUU KESEHATAN.
Pengesahan RUU Kesehatan bentuk melepaskan tanggun jawab negara kepada rakyat.
.
PIKIRAN UMMAT.Com—Ternate|PKS terus menunjukan komitmen membela kepentingan hajat hidup rakyat Indonesia.Berbagai kebijakan rezim kekuasaan yang menyengsarakan hidup rakyat seperti kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi, kenaikan tarif dasar listrik, BBG elpiji bersubsidi dan terbaru pengesahan RUU kesehatan ditentang habis PKS.
Seperti diketahui, Pemerintahan rezim Jokowi bersama partai koalisi kekuasaan akhirnya mengesahkan RUU Kesehatan.Sikap rezim pemerintahan Presiden Jokowi bersama partai koalisi pendukung itu menuai kritik tajam dan penolakan PKS termasuk organisasi tenaga media secara nasional dan kalangan guru besar.
Kekuatan PKS di parlemen yang kalah jumlah suara membuat PKS kalah dalam pengambilan keputusan.PKS kabarnya bakal menempuh jalur gugatan judicial review ke Mahkamah Kinstitusi karena menilai UU kesehatan yang baru disahkan bertentangan dengan amanat konstitusi.
PKS menolak karena pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan itu sama artinya negara melepas tanggun jawab kesehatan kepada warga negara nya.Padahal sesuai amanat konstitusi dasar UUD 1945, negara dalam hal ini pemerintah wajib melindungi kesehatan masyarakat.
Dalam pandangan partai politik yang dikenal konsisten membela kepentingan rakyat ini, PKS berpandangan, pertama,RUU kesehatan menghapus anggaran wajib minimal dari APBN (mandatory Spanding) untuk sektor kesehatan.
Ke dua, Pembahasan RUU Kesehatan sangat tergesa-gesa sehingga mengakibatkan tidak tercapainya partisipasi yang bermakna (Meaningfull participation).
Ke tiga, RUU Kesehatan mengakibatkan over regulasi karena sebanyak 101 ketentuan lebih lanjut dalam RUU ini akan diatur lebih lanjut dalam peraturan ini.
Ke empat, Negara lepas tanggun jawab keoada warga negaranya sendiri saat kondisi wabah dengan menghapus pasal 52 ayat (1), pasal 55 ayat (1), pasal 58 dari RUU Kekarantinaan kesehatan.
Ratusan tenaga kesehatan (nakes) berunjuk rasa di depan gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (11/7/2023), menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI siang ini.
Sejalan dengan PKS, dikutip dari Kompas.Com, Ratusan tenaga kesehatan ini tergabung dalam sejumlah organisasi profesi, seperti Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
Mereka menilai, ada sederet masalah dalam proses penyusunan maupun substansi UU Kesehatan yang dibikin hanya dalam kurun 1 tahun.
Berikut sejumlah masalahnya, dirangkum dari sejumlah pemberitaan, keterangan tertulis, dan orasi saat aksi unjuk rasa:
1. Pembahasan tidak transparan dan partisipatif
Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi mengungkit penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan yang tidak secara memadai memenuhi asas krusial pembuatan undang-undang, yaitu asas keterbukaan/transparan dan partisipatif.
Anggapan ini pun disampaikan oleh puluhan lembaga termasuk PKJS UI, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Fakultas Hukum UGM, hingga Indonesia Corruption Watch (ICW).
Mereka juga menganggap pembahasan RUU tidak transparan. Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan yang diserahkan pemerintah kepada DPR RI baru diketahui publik pada Maret 2023, meski pembahasan dimulai sejak Agustus 2023.
IDI juga menilai bahwa perumusan RUU Kesehatan tidak jelas dan tidak mempunyai landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis, serta tidak mendesak.
“Sembilan UU Kesehatan yang ada saat ini masih relevan digunakan dan tidak ditemukan adanya redundancy dan kontradiksi antar satu sama lain,” kata Adib dalam keterangannya.
IDI justru menilai, berbagai aturan baru dalam UU Kesehatan berpotensi mengganggu kestabilan sistem kesehatan.
Mereka mengaku siap menggugat beleid ini ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Seirama dengan PKS dan organisasi profesi kesehatan, Persatuan guru besar yang tergabung dalam Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP) melayangkan petisi penolakan RUU Kesehatan pada Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR RI Puan Maharani. Petisi dilayangkan mengingat ada sejumlah isu yang dinilai berpotensi mengganggu ketahanan kesehatan bangsa. Isu-isu tersebut menyangkut soal hilangnya mandatory spending hingga pasal mengenai aborsi dalam RUU Kesehatan.
Mereka menilai, berbagai aturan dalam RUU tersebut memantik destabilitas sistem kesehatan serta mengganggu ketahanan kesehatan bangsa. “Sejumlah pasal-pasal dalam RUU tidak kondusif dan menunjukkan ketidakberpihakan kepada ketahanan kesehatan bangsa yang adekuat,” Kata dokter spesialis kandungan dan perwakilan FGBLP, Laila Nuranna Soedirman dalam konferensi pers secara daring, Senin (10/7/2023).
Sementara pakar lain menilai, pengesahan RUU Kesehatan menunjukan perspektif pemerintah telah bergeser dari konstitusi menjadi kapitalistik yang pro oligarki.
“Ini wujud kongkrit kekuasaan pro oligarki dan kapitalistik”pungkas nya.(***)