oleh

Tanah Airku, Tanah Air Tambang

Maluku Utara yang dahulunya dikenal dengan sebutan Moloku Kie Raha, adalah representasi dari 4 gunung pada 4 pulau yang membentuk gugus pulau membentang ke utara nusantara, menjadi 4 kesultanan yang memerintah wilayahnya masing-masing namun bersepakat dalam satu kesatuan kewilayahannya.

Wilayah ini terbentang paling utara Indonesia, yang berbatasan langsung samudera Pasifik, diharapkan menjadi episentrum perdagangan global Kawasan pasific di tengah momentum pertumbuhan ekonomi Kawasan pasifik yang di motori Cina. Jepang dan India, menjadikan Maluku Utara berada pada Kawasan perdagangan global yang sangat sibuk melintasi samudera pasifik.

Baca Juga  Video Hasto, Apakah Pepesan Kosong?

Masyarakat Maluku Utara pada masa lalu menggantungkan hidupnya dari sektor perkebunan yang dikenal dengan rempah-rempah. Komoditi andalannya adalah cengkih, yang mana pada abad ke 15 sampai dengan abad 17 pernah tercatat sebagai komoditi andalan yang menguasai pasar Asia dan Eropa sehingga memaksa bangsa Eropa menancapkan kakinya di Ternate. Bangsa-bangsa Eropa itu di antaranya adalah bangsa Portugis, Spanyol, maupun Belanda. Kejayaan ekonomi masa lalu hanyalah menjadi catatan sejarah, bahwa Maluku Utara telah mengenal pasar global dengan perdagangan bebas melalui komoditi cengkeh.

Baca Juga  Prabowo: "Jangan Korupsi"

Masa kemerdekaan, dengan komitmen membangun nusantara dalam naungan NKRI, masyarakat Maluku Utara telah beralih ke komoditi kelapa, yang dipengaruhi oleh anjloknya komoditi cengkeh sejak abad ke 18.

Transformasi bisnis masyarakat Maluku Utara pun mengalami perubahan, yang mana melalui migrasi penduduk di pulau-pulau kecil ke Halmahera, mereka memulai berbisnis kelapa sebagai komoditi utamanya. Transformasi ini bertahan cukup lama sampai memasuki masa kemerdekan. Hal tersebut dapat dilihat dalam semangat nasionalisme saat Presiden RI pertama Ir Soekarno berkunjung. Pekikan merdeka dalam merebut irian Barat, masyarakat Maluku Utara mengalang kekuatan ekonomi melalui Kelapa yang di produksi menjadi Kopra guna menyumbang kepada Presiden Soekarno sebagai modal perebutan Irian Barat, yang di kenal dengan Dacomib.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *