OPINI

THE GAME IS OVER

Smith Alhadar Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)

Tidak ada lagi yang tersisa! Istana yang dibangun dengan arogansi dan superficial knowledge kini runtuh bagai rumah kartun. Pemicunya adalah gempa skandal kementerian keuangan. Publik akan mudah menyimpulkan semua kementerian, juga lembaga-lembaga negara, bergelimang dalam dosa yang sama: perampokan duit rakyat mercilessly ketika sebagian rakyat masih tidur dengan perut kosong.

Dengan demikian, pemerintahan Jokowi kehilangan fondasi moril, yang berujung pada hilangnya legitimasi. Tak ada waktu dan kesempatan lagi untuk membangun kembali dari nol. Karena itu, tidak mungkin lagi pemerintah bisa memperpanjang masa jabatan presiden. Isu itu kini menjadi isu ‘asusila’.

Kalau kemarin gagasan itu bersifat politis, hari ini bergeser menjadi isu moralitas. Dus, pilpres akan dilaksanakan sesuai jadwal, 14 Februari 2024. Gempa itu telah mengamputasi tangan pemerintah untuk ikut bermain. Legitimasinya telah lenyap tersapu angin gurun.

“Berakhirnya” pemerintahan Jokowi tentu mengubah permainan di lapangan. Kecuali Nasdem, semua parpol pendukung pemerintah melemah. Mereka semua, yang dulu bangga sebagai pendukung Jokowi, kini bakal anak ayam kehilangan induk. Kepercayaan diri mereka rontok. Sangat mungkin, mulai hari ini mereka akan melepaskan jubah Jokowi dari tubuh mereka.

Mungkin hanya PDI-P, PKB, dan Gerindra yang relatif masih bisa menjaga pendukung loyalnya, tapi tak lagi bisa berharap pada suara simpatisan Jokowi yang hilang. Gempa itu juga menggerus kepercayaan diri mereka yang diperlukan untuk bermanuver di lapangan yang “baru” pasca Jokowi.

Situasi Golkar, PAN, dan PPP lebih parah. Parpol-parpol ini mengandalkan kekuatannya pada politik asosiasif dengan Jokowi, yang kini tak lagi “bernyawa”. Artinya, mereka kehilangan cantolan pada coattail effect (efek ekor jas) Jokowi.

Setelah Jokowi “hilang”, apa yang dapat mereka lakukan? Saat Jokowi masih powerful pun sebagian pendukung Golkar, PAN, dan PPP adalah simpatisan bakal capres Anies Baswedan. Setelah Jokowi pudar, oksigen yang mereka perlukan untuk bernapas ikut menipis.

Posisi Gerindra masih lebih baik daripada ketiga partai itu karena Prabowo punya pendukung loyal. Tapi sebagai bakal capres, daya tariknya ikut meredup. Pasalnya, belakangan ini Prabowo gencar mengasosiasikan dirinya dengan Jokowi, bahkan memuji pemerintahannya sukes besar yang akan dia tiru. Pujian yang tidak jujur itu kini menjadi variabel yang merugikannya ketika kubu Islam yang dulu mati-matian mendukungnya telah meninggalkannya. Apa boleh buat maksud hati memeluk gunung, apa daya gunung meletus.

Sebagai bakal capres, nilai jual Ganjar Pranowo pun anjlok ketika pasar politiknya bubar. Dia ada golden boy Jokowi yang tidak menyembunyikan asosiasinya dengan presiden yang dia “banggakan” itu. Sampai-sampai ia ikut mengamplifikasi isu bahaya intoleran dan radikalisme kepada kubu oposisi yang bisa jadi — sebagai akibat Jokowi yang kini berlumuran noda — simpati kepada mereka meningkat. Ganjar, yang sejak jauh hari menegaskan akan meneruskan kebijakan dan program pembangunan Jokowi, tak mungkin dapat mengubah posisinya saat ini.

Kubu yang diuntungkan dalam skandal kementerian keuangan adalah Koalisi Perubahan yang mengusung Anies Baswedan, yang dikenal memiliki integritas. Anies sebagai antitesa Jokowi menemukan momentum. Peluangnya untuk memenangkan pilpres semakin lempang, seperti banjir bandang yang menerjang bangunan rapuh Jokowi dan orang-orang di sekitarnya.

Dus, terbuka kemungkinan koalisi-koalisi yang sudah ada, beserta rencana-rencana mereka, berubah total. Koalisi Indonesia Bersatu (Golkar, PAN, PPP) yang hingga hari ini belum memiliki bakal capres, akan berpindah ke Anies. Ini berdasarkan pada pertimbangan rasional dan pragmatisme ketika realitas politik berubah. Toh, mereka juga ingin menjadi parpol pemenang.

Sangat mungkin PDI-P, Gerindra, dan PKB akan membangun koalisi. Tapi siapa yang dapat diandalkan untuk menghadapi Anies yang elektabilitasnya pasti meningkat signifikan? Karena Ganjar dan Prabowo telah menjadi kartu mati, sementara tak tersedia bakal capres lain yang harus bercitrakan antitesa Jokowi untuk mengkonter Anies, maka sesungguhnya ‘the game is over’. Pemenangnya adalah Anies berserta parpol koalisinya. Pemenang utama adalah bangsa Indonesia.

Tangsel, 13 Maret 2023 !

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *