“Di tahun 2021 saat itu, sudah diselesaikan oleh pak Kapolres Halmahera Tengah, sesuai peraturan kepolisian (Perpol) nomor 8 tahun 2018. Bahkan di tahun tersebut sudah dibuatkan kesepakatan tertulis dan ditandangani,” jelasnya.
Terkait bukti-bukti dan rekaman yang tidak diputar saat sidang kode etik, kata dia, karena pimpinan komisi dan anggota yang menjalani sidang tidak bisa keluar dari materi tuntutan yang telah disiapkan selama pemeriksaan.
“Berkas tuntutan yang kita (komisi) pelajari dan berdasarkan Perpol pasal 31 sebenarnya sudah kedaluwarsa. Akan tetapi, kita harus memberikan kepastian hukum sehingga disidangkan dengan melihat locus dan tempus delicti (tempat serta waktu kejadiannya) saat itu. Makanya, pertimbangan untuk yang bersangkutan dapat memperbaiki,” tuturnya.
Syamsul menegaskan, pihaknya tidak bisa memberikan hukuman berat kepada Bripka Risal, karena baru melakukan pelanggaran disiplin lebih dari satu kali atau belum lebih dari tiga kali.
“Jadi penjatuhan hukuman kepada Bripka Risal dengan putusan yang pertama minta maaf. Kedua, pembinaan selama satu bulan dan ketiga patsus (penempatan khusus) selama 30 hari sudah sangat berat. Tidak sembarangan seorang polisi mendapat patsus 30 hari, karena itu sangat berat,” tegasnya.
Ia menyatakan, sebagai ketua komisi sidang kode etik tidak bisa menyimpulkan 100 persen masuk kategori perselingkuhan. Sehingga apa yang disampaikan Andriani tidak bisa melebar kalau tidak disajikan oleh penuntut. Karena apa yang disajikan berdasarkan standar operasional prosedur (SOP) berita acara pemeriksaan (BAP).
Komentar