Dilansir dari media siber detik Sulsel, Tari Cakalele merupakan tarian tradisional Maluku Utara yang menggambarkan ekspresi perang masyarakat Hulaliu, Maluku, pada masa lampau. Umumnya, Tari Cakalele ini dipertunjukkan saat penyambutan tamu ataupun perayaan adat.
Dilansir dari jurnal Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) yang berjudul Perubahan Makna Tarian Cakalele pada Masyarakat Kota Ternate Provinsi Maluku Utara, Tari Cakalele merupakan sebuah simbol bagi masyarakat Maluku tentang cara manusia menjaga martabat dan harga dirinya. Tarian ini menyiratkan tiga pesan tentang bagaimana manusia mengatur hubungan yang baik antara dirinya dengan tuhan, alam, dan sesama manusia.
Saat pementasan, penari akan bergerak dengan bersemangat, mata melotot, melompat, dan berteriak-teriak seperti kesurupan. Penampilan yang tampak menyeramkan itu sebenarnya merupakan bentuk ekspresi untuk memunculkan aura perang, karena itulah tarian ini juga dikenal sebagai tarian perang.
Para penari bergerak dengan diiringi musik yang ritmis guna melengkapi keharmonisan alunan musik. Beberapa alat musik yang digunakan dalam tarian ini adalah gong, tifa, dan suling bambu.
Seluruh alat musik tersebut dimainkan dalam tempo dan ritme yang cepat sehingga penari akan bergerak dengan semangat mengikuti alunan musik yang dimainkan.
Dalam Tari Cakalele, penari pria umumnya menggunakan kostum dengan warna yang kontras yaitu merah dan kuning. Kain berwarna merah diikatkan pada bagian kepala, kemudian mereka bertelanjang dada dan hanya menggunakan kain berwarna kuning yang digunakan sebagai selempang.
Namun, seiring berjalannya waktu, kostum dari tarian ini mengalami perubahan pada kelengkapan kostum.
Saat ini, ada penari pria yang menggunakan kain seperti baju biasa saat tampil. Untuk penari wanita, mereka mengenakan pakaian berwarna putih yang dipadukan dengan kain panjang sebagai bawahan
Lebaran Cakalele MK-MTT.
Komentar