Banyak pihak, terutama pendukung paslon 01 dan 03 yang berharap Mahkamah Konstitusi (MK) punya nyali untuk mengabulkan gugagatan kontra paslon 02 yaitu Prabowo-Gibran. Ada dua bukti pelanggaran yang mereka anggap nyata. “Ceto welo-welo” kata orang Jawa. Kesalahannya “mutawatir” kata orang Arab. Pertama, pencalonan Gibran di KPU cacat administratif. Kedua, ada “abuse of power”. Cawe-cawe kekuasaan semakin terang ketika empat menteri dimintai keterangan di persidangan, kata Hamdan Zoelva.
“Simple saja, berani gak MK mendiskualifikasi paslon 02, itu saja”, kata Mahfud MD, seorang mantan ketua MK 2008-2013. Hamdan Zoelva, mantan ketua MK 2013-2015 juga merasa optimis MK akan mengabulkan gugatan dan akan mendiskualifikasi paslon 02. Ucapan kedua mantan ketua MK ini pasti tidak sembarangan. Mereka paham betul soal materi gugatan. Kalau gak memenuhi unsur pelanggaran yang berpeluang dikabulkannya gugatan, gak mungkin mereka akan melakukan gugatan.
Tapi mereka lupa, di belakang paslon 02 ada pemegang kekuasaan. Ini yang seringkali orang salah hitung. Suka tidak suka, keberadaan penguasa itu faktor X. Jadi variable utama. Faktor ini paling dominan dan menentukan. Seringkali malah bukan fakta hukum yang menentukan. Jangan terkecoh.
Teringat apa yang pernah diungkapkan oleh Ibnu Khaldun (Muqaddimah) bahwa “yang kuat itu yang menang”. Hari ini, siapa yang lebih kuat dari penguasa? Tidak ada.
Konsep Trias Politika John Locke (filosof Inggris 1632-1704) yang disempurnakan strukturnya oleh Montesquieu (Seorang Ahli Ilmu Politik Prancis 1689-1755) tidak berlaku di alam demokrasi Indonesia. Lembaga Legislatif dan Yudikatif di Indonesia berada di genggaman eksekutif. Mulai dari Orde Lama, lanjut Orde Baru, kemudian Orde Reformasi, Eksekutif dalam hal ini istana, ialah penguasa dan orang paling kuat. Di tangannyalah semua kebijakan, bahkan UU dan keputusan hukum dikendalikan. Memang, ini menyalahi teori. Fakta politik di Indonesia selalu berhasil membalikkan teori, termasuk teori Trias Politika John Locke dan Montesquieu itu.
Komentar