PIKIRAN UMMAT.COM—JAKARTA||Langkah Kementerian dalam negeri (kemendagri) memblokir APBD Provinsi Maluku Utara menuai sorotan tajam ekonom dan pakar anggaran keuangan daerah.
Keputusan Kemendagri itu dinilai sebagai sebuah fenomena baru dari kemnedagri untuk meletakan kekuasaanya sebagai pengelola keuangan daerah.Sikap yang tak ubahnya sebuah Langkah Barbar yang dilakukan oleh Kemendagrian atas dasar kekuasaan.
Ekonom Unkhair Dr.Mukhtar Adam mempertanyakan sikap Kemedagri tersebut.
”apa Kementerian dalam negeri melakukan pemblokiran anggaran atau yang dikenal dengan (automatic adjustment) ?”
“Apakah Kementerian dalam negeri sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sehingga dengan cara paksa melakukan pemblokiran anggaran ? apakah Kemendagri mengalbil tanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah dalam fungsi sebagai Pembina pemerintah daerah ?”yanya dia.
Dia menjelaskan bahwa Fenomena yang dikenal pemblokir sementara anggaran (automatic adjustment), terjadi saat pade Covid-19, yang dilakukan oleh Kementerian keuangan atas Daftar Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian dan Lembaga negara, pada jenis belanja pemerintah di Kementerian, atas dasar Menteri Keuangan sebagai Pejabat Pengelola Keuangan Negara, yang mendapatkan kewenangan Presiden dalam hal Pengelolaan Keuangan Negara.
Dijelaskanya bahwa Kekuasaan Menteri Keuangan dalam pengelolaan Keuangan Negara, sekalipun Menteri Keuangan tidak melakukan pemblokiran sementara APBN atau APBD, karena instrument APBN dan APBD memiliki legalitas pembiayaan untuk mengerakkan perekonomian, karena itu Upaya pemblokiran anggaran adalah bagian dari Upaya supfersi yang menghambat kinerja ekonomi daerah.
“Adakah klausal kewenangan kemendagri untuk melakukan pemblokiran anggaran pemerintah daerah ? ataukah ini cara-cara over kuasa yang dimiliki kemendagri untuk kesewenangan untuk menghambat kinerja ekonomi daerah yang didasari pada spending pemerintah daerah, sehingga dengan sangat mudah kemendagri melakukan Upaya yang tidak termuat dalam fungsi pengelolaan keuangan daerah”tukas sapaan karib Om Pala Malanesia ini.
Ekonom yang kerap menjadi nara sumber di Forum Bapenas ini secara sistimatis memaparkan bahwa Dalam undang-undang Keuangan Negara (UU 17/2003), Undang-undang Administrasi Keuangan negarra (UU 1/2004), Undang-undang otonomi daerah (UU 23/2014), adakah aturan yang memberikan kewenangan kepada instansi pemerintah untuk melakukan pemblokiran APBD ? adakah kewenangan Lembaga untuk memblokir APBD ? rasanya tidak ada kewenangan instansi atau Lembaga untuk melakukan pemblokiran APBD, yang ada hanya diberi kewenangan pemblokiran anggaran yang termuat dalam DPA, dengan pertimbangan-pertimbangan darurat, sehingga beberapa pos anggaran dalam APBD atau APBN dilakukan penundaan sementara, tapi tidak ada kewenangan untuk memblokir APBD.
“Sesuatu yang mengagetkan apa yang dilakukan oleh Kemendagri, atas dasar regulasi mana yang memberikan kekuasaan yang berlebihan kepada Kemendagri untuk melakukan pemblokiran APBD ?
“bukankah APBD adalah instrument kebijakan fiscal daerah, yang pengaturannya di dasari pada pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, pengangguran, pengendalian inflasi dan Pembangunan manusia, karena itu instrument fiscal bukan sekedar asumsi belanja yang dikeluarkan oleh pemerintah, tetapi didalamnya masuk instrument fiscal dengan berbagai indicator didalamnya yang berkaitan dengan Pembangunan daerah.”tandasnya.
Dia kembali bertanya “Apakah kemendagri begitu berani mengambil kebijakan untuk menjadi institusi negara yang menghambat Pembangunan daerah ? menghambat berbagai indicator dalam asumsi-asumsi APBD, yang berpotensi Kemendagri bertanggungjawab atas kemiskinan, pengangguran, pengendalian inflasi dll yang masuk dalam asumsi APBD ?”
“Silahkan kemendagri melakukan pemblokiran pada komponen belanja dalam DPA, tapi bukan melakukan pemblokiran APBD, ini cara-cara yang tidak elegan, tidak mencerminkan instansi pusat yang kridibel dalam tata Kelola keuangan negara yang diderifatif dalam fungsi daerah”pungkasnya(***)