OPINI

Posisi ‘UANG’ dan Bahayanya Dalam Ruang Politik

Oleh : Sefnat Tagaku, Politisi Muda

Menghadapi momentum politik di tahun 2024 ini, ada banyak narasi tentang ‘politik uang’ yang bertaburan di ruang-ruang dialog terbuka bahkan menyebar luas di dinding media sosial.

Dari narasi-narasi tersebut menunjukkan, betapa ada banyak keresahan yang lahir akibat praktik politik uang. Keresahan ini tentu bukan tanpa alasan.

Abdurrohman, dalam jurnalnya yang bertajuk; “Dampak Fenomena Politik Uang Dalam Pemilu dan Pemilihan” (2021), dia dengan tegas menyebutkan bahwa politik uang adalah salah satu praktek yang dapat melahirkan korupsi politik.

Hal inilah kemungkinan yang diresahkan oleh masyarakat. Meski demikian, fakta di lapangan hari ini juga membenarkan bahwa gerakan politik uang masih sangat masif dipraktekkan, baik oleh mereka sebagai pemberi uang, maupun masyarakat sebagai penerimanya.

Hal ini bahkan telah menjadi tradisi yang dilakukan acap kali momentum politik itu tiba. Artinya, kesadaran penuh dari masyarakat dan pemangku kepentingan belum stabil tentang dampak dari politik uang. Padahal, praktik politik uang begitu membahayakan bagi kemajuan suatu negara atau daerah.

Namun sayangnya uang masih menjadi “raja” dalam ajang politik. Ironisnya, uang bahkan seolah menjadi syarat mutlak untuk siapa saja yang mau memenangkan pertarungan politik. Tanpa uang, kompetitor politik tersebut dinilai tidak kuat atau dianggap tidak memiliki kemampuan untuk memenangkan kompetisi.

Tahun 2024 : Momentum Politik dan Harapan

Sisa terhitung satu bulan kedepan, kita akan menghadapi pesta demokrasi melalui momentum Pemilihan Umum (Pileg dan Pilpres). Menjemputnya (pemilu), ada bayang-bayang praktek politik uang telah nampak.

Mulai dari bagi-bagi sembako yang diselipkan pada perayaan Natal dan Tahun Baru, sumbang-menyumbang material pembangunan rumah ibadah dan lainnya.

Proses itu bukan tanpa syarat. Namun ada harap dari penyumbang bahwa kelak bisa menang. Saya mengibaratkan itu sebagai proses suap-menyuap. Jika proses ini terus terjadi, maka benar, “uang” akan kembali menang.

Alhasil, mereka yang memenangkan pertarungan melalui praktek politik uang tidak efektif dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Justru, sangat berpotensi pelaku-pelaku korup akan semakin tumbuh dan subur di negeri ini.

Dampaknya dirasakan oleh masyarakat. Mulai dari kurangnya kualitas lembaga pendidikan, lemahnya peningkatan SDM, pengelolaan potensi SDA yang tidak berpihak ke masyarakat, hingga pada angka pengangguran yang meningkat.

Hasilnya, cita-cita bangsa untuk mensejahterakan rakyat sebagaimana yang tercantum dalam Pancasila pada sila kelima tidak akan tercapai.

Karena itu, kita butuh pembenahan diri dan berefleksi, bahwa politik uang hanya dapat menghancurkan tatanan kehidupan masyarakat. Mulai dari diri sendiri, keluarga dan kerabat untuk daerah dan Indonesia yang maju.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *