oleh

Pemilu, Harapan dan Kemerdekaan

-OPINI-5 Dilihat

17 Agustus merupakan simbol kongkret kemerdekaan yang termanifestasi dalam UUD 1945 yang menegaskan fungsinya yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Tapi, persoalan mulai timbul ketika upaya memuliakan hak dasar warga negara itu diletakkan dalam konteks keindonesiaan hari ini. ada semacam suasana psikologi-sosial yang mengandaikan bahwa kini, eksistensi kebangsaan seakan-akan berada pada wajah yang lain-indonesia yang kian jauh dari yang dicita-citakan sebelumnya.

Dimana praktek politik dan ekonomi dalam sistem bernegara terkesan berjalan di bawah bayangan dan pengaruh agenda setting liberalisasi ekonomi dengan panji-panji globalisasi. Tak cukup sampai disitu, agenda sirkulasi elit lima tahunan atau suksesi demokrasi elektoral nasional hingga daerah pun tak luput dari cengkaraman kuasa kapitalis. Pertaruhannya adalah amanat konstitusi yang mengharuskan negara untuk melindungi segenap tumpah darah dan seluruh rakyat Indonesia.

Baca Juga  Conie Layak Dipidana?

Kehidupan bermasyarakat yang melibatkan banyak pihak tak jarang menimbulkan perbedaan pendapat dan perlu diantisipasi dengan solusi yang tepat sehingga tidak menimbulkan perselihsihan dan perpecahan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, para pendahulu bangsa ini telah mencontohkan kita bagaimana langkah yang tepat untuk bisa memecahkan masalah dalam setiap persoalan, sebagaimana dengan lahirnya pancasila yang dilakukan dengan musyawarah, begitu pula yang harusnya kita lakukan untuk melahirkan kesepakatan di setiap permasalahan yang datang.

Baca Juga  Video Hasto, Apakah Pepesan Kosong?

Untuk itu, dalam rangka memperingati kemerdekaan Indonesia yang ke-78 tahun, ada baiknya kebiasaan bernostalgia secara ideologis tersebut kita alihkan kepada ingatan kolektif kita kepada nilai-nilai demokrasi ekonomi yang tersirat komprehensif didalam ajaran Pancasila, agar bisa menjadi “basis ideologis” bagi penguasa-penguasa baru yang bermunculan, saat ini maupun yang akan datang, baik di daerah maupun di level nasional.

Hal tersebut sudah menjadi imperatif ideologis bagi bangsa Indonesia untuk berjuang tanpa lelah menjaga irama demokratisasi sampai ke titik konsolidasi sebagaimana diamanatkan sila keempat Pancasila. Kemudian, jika irama demokrasi sudah relatif stabil, baik secara institusional maupun prosedural, maka sila kelima Pancasila akan menyempurnakannya (keadilan sosial).

Baca Juga  Laut Kok Punya HGB. Negara Makin Kacau !

Karna pada hakikatnya, membangun dialektika kritis tentang distribusi keadilan diberbagai sektor kehidupan merupakan warisan otentik para pendahulu bangsa (founfing father) yang bisa kita jadikan landasan moral kebangsaan dalam mentransformasikan spirit kejuangan untuk modal membangun indonesia dikemudian hari. Dengan modal itu pula kita hendak dan terus membangun bangsa ini sebagaimana tertuang dalam cita konstitusi, yakni melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dirgahayu Republik Indonesia ke-78 Tahun.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *