oleh

SIL UI Mengangkat Isu Togutil Di Simposium International Kyoto.

PIKIRAN UMMAT.Com—Jakarta||Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku utara, Fachruddin Tukuboya tampil sebagai salah satu penyaji di Kegiatan simposium internasional yang digelar Center for South Asean Studies Universitas Kyoto Jepang, Selasa (25/7).Simposium bertajuk “Indonesian Dynamic and Socio-environmental Challenges Multidisciplinary Study’s Perspectives” itu berlangsung sejak 24 Juli hingga 28 Juli 2023.

Kegiatan ini di awali dengan dengan sambutan dari Direktur RIHN Prof Sakakibara dan wakil Direktur SIL UI Dr. Dony Abdul Chalid.Kemudian dilanjut dengan Penyajian materi 4 narasumberdari RIHN dan 6 penyaji dari SIL UI. Kegiatan di tutup oleh sambutan Kaprodi Megister Sekolah Ilmu Lingkungan UI Dr. Hayati Sari Hasibuan.

Baca Juga  AMMU Kembali Gelar Demo di MK, Ini Tintutannya.

Fachruddin Tukuboya yang juga mahasiswa program doktoral Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia itu mempresentasikan makalahnya yang berjudul “Kalender Ekologi Berburu Suku Togutil: Antara Nilai Kultural, Ekonomo, dan Etika Lingkungan di Pulau Halmahera-Indonesia”.

Fachruddin mengawali pemaparannya dengan menjelaskan latar belakang makalah berdasarkan referensi yang telah dirangkumnya. Ia memaparkan, perburuan tradisional merupakan warisan budaya yang bisa menjadi sumber pangan dan sumber pendapatan bagi masyarakat pedesaan.

Kegiatan berburu tradisional dan berpindah tempat menyebabkan populasi satwa liar berkurang. Selain itu, akibat perubahan iklim global misalnya suku-suku di pedalaman Asia, temuan arkeologi menemukan bahwa masyarakat Agro-Pastoral ini berburu secara nomaden, mereka kekurangan sumber makanan karena tekanan iklim dan lingkungan.

Baca Juga  Sambut NATARU, Bupati Hal-Sel Bassam Kasuba Serukan Kerukunan dan Kedamaian

“Di Halmahera Indonesia terdapat suku nomaden yaitu Komunitas Adat Togutil (KAT). Mereka saat ini berada dalam kondisi tertekan secara politik dan sosial, di mana mereka bersaing untuk mendapatkan ruang hidup dengan pertambangan, terpaksa hidup menetap dan bertani. Presentasi ini memberikan informasi penting tentang bagaimana kalender perburuan berkelanjutan dan etika perburuan untuk menjaga stabilitas siklus ekologi satwa liar di hutan, praktik perburuan ini menjadi informasi penting dalam pembangunan berkelanjutan yang dapat digunakan oleh pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat adat,” papar Fachruddin.

Fachruddin melakukan penelitiannya di Pulau Halmahera selama 4 bulan sejak Januari hingga Mei 2023. Ia bekerja sama dengan gereja untuk menyelenggarakan lokakarya komunitas selama 5 hari di Distrik Titipa pada bulan Februari dan Maret. Secara keseluruhan workshop diikuti oleh 19 laki-laki dewasa (tidak ada informan perempuan) yang memiliki pengetahuan yang baik tentang strategi berburu masyarakat suku Togutil.

Baca Juga  Izzuddin Al Qasam Kasuba, Anggota DPR RI : Ekonomi Syariah Adalah Masa Depan

“Pertanyaan berpusat pada kegiatan musim berburu, teknik yang digunakan dalam berburu, peralatan berburu dan ritual berburu. Fokus pertanyaannya adalah jenis satwa liar yang diburu, jumlah hasil tangkapan/buruan per perburuan, lama berburu, dan musim paling efektif, serta larangan berburu.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *