OPINI

Pesta “muda-mudi” dan Main Bola Cari Keringat : Jangan Jadi Beban Bersama (Part. 47).

Anwar Husen/Kolomnis Tetap/tinggal di Tidore.

Bertepatan sebuah event sepakbola di Tidore,saya pernah menulis catatan pendek di Facebook.Pesan pokoknya,kampung yang punya sejarah dan masa lalu sebagai “gudang” pemain potensial maupun prestasi kala itu.Saya menyebut beberapa nama kesebelasan yang saya maksud tadi : Poram Mareku,Ome Putra dan Soasio Remaja.Kita memulai untuk memberi porsi lebih pada mereka sebagai lokomotif untuk menggerakannya dengan menyediakan fasilitas yang cukup.

Maksud tulisan itu,sekedar memberi pandangan bahwa sekecil apapun nilai sebuah “investasi” sumber daya,harus di perhitungkan secermat mungkin.Fakta bahwa hampir semua kampung yang punya potensi lahan,berpikir mau buat lapangan bola kaki adalah alasan keresahannya.Apalagi jika kegiatan dari “keinginan” itu,tak swadaya atau katakanlah harus berharap ada intervensi pemerintah daerah.

Kita,mungkin perlu berpikir untuk memberi batasan dan klasifikasi event olahraga khususnya sepakbola,biar kelihatan sedikit ada kreatifitas.Perlu di bedakan mana event profesional,pembinaan prestasi di level usia dan sekedar cari keringat,sehingga tidak terjadi fakta bahwa event yang seharusnya di dorong karena punya kontribusi ekonomi misalnya,bagi daerah,justru kalah “perhatian” dari tetek bengek cari keringat tadi.Sebab apapun itu,kita punya sumber daya pembiayaan daerah yang terbatas di tengah banyak prioritas yang harus di dorong.

Ada fakta kebiasaan masyarakat kita yang sebetulnya perlu ada tindakan edukasi untuk berpikir yang lebih produktif,apalagi itu berkhaitan dengan “belanja” sumber daya.Juga membedakan mana sesungguhnya kebutuhan dan mana sekedar keinginan.Kita butuh makan sebelum main bola kaki.

Fakta lain,event kesenian dan macam-macam yang berlabel festival.Entah itu berskala daerah atau bahkan hingga kelas kampung.Lagi-lagi,sepintas terlihat ada mindset “kapala gaya” [sekedar gaya-gayaan] dan jauh dari berpikir tentang dampaknya,khususnya secara ekonomi.Meski tak lama,sebagai mantan pemegang otoritas di dinas pariwisata,saya melihat ada mindset dan “prilaku” event yang tak koheren dengan misi yang di emban.Kita mudah “demam”,ikut-ikutan,terpola dengan pikiran yang linier dan tidak terlalu sensitif dan kreatif membaca peluang.

Saya sering bercanda,kita tak bisa membangun dunia pariwisata dengan “pendekatan” prinsip demokrasi dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat.Kita mengorbankan sejumlah sumber daya,melaksanakannya sendiri tanpa visi yang kuat,dan terakhir,menikmatinya sendiri pula.Tak lupa,juga sedikit memujinya sebagai ungkapan rasa “puas” atas hasilnya.Tak beda dengan defenisi “ramean”.

Saya punya sedikit gambaran betapa event pariwisata kelas daerah di Maluku Utara,bahkan yang sempat masuk dalam kalender event Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,tak punya cukup daya tarik bagi pelancong luar Maluku Utara.Ini juga isyarat bahwa “penganan” yang tersaji selama ini,miskin kreatifitas dan membosankan.Alhasil,dalam filosofi ekonomi,kita hanya sedang memancing dalam kolam.”Menguras” sumber daya yang kita miliki tanpa menambah jumlahnya,kalau saja tak bisa di bilang sekedar buang-buang sumber daya.

Ramean,pesta dan ramah-tamah perkawinan,misalnya,tak butuh manajemen dan analisa implikasi yang rumit.Cukup ada “tenda biru”,kursi secukupnya,undangan yang di sebarkan plus “lampu disco”,selesai.Soal kapan berakhirnya,bisa di atur.Sama dengan main sepakbola “cari keringat” tadi,jangankan di lapangan bola kaki,di bawah pohon pisang juga,mungkin bisa.

Kita tak bisa mengadopsi mindset ini untuk event pariwisata yang menguras begitu besar sumber daya.Dia harus di desain dengan visi event yang kuat dengan menghitung segala implikasinya karena konsekwensi besarnya sumber daya yang di konversi.

Kita fokus saja “membelanjakan” sumber daya untuk event sepakbola dan festival kepariwisataan yang punya visi dan orientasi prospek yang kuat.Biar saja urusan pesta “muda-muda” dan main sepakbola cari keringat tadi menjadi urusan “pribadi” mereka.Jangan ada lagi investasi,hingga “berjudi” dengan sumber daya yang sia-sia.Selebihnya,maaf karena kolom ini telat hadir.Wallahua’lam.(***)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *