Namun, hari ini pemerintah, parpol, ormas, dan elemen lain menempatkan Islam sebagai iblis yang mengancam eksistensi NKRI berlandaskan Pancasila. Bagaimana mungkin mereka yang ikut mendirikan negara ini hendak merobohkannya? Anies dipersepsikan sebagai simbol kekuatan Islam itu, yang akan menggusur mereka yang sedang berkuasa.
Demi menghempaskan Anies, Mega menyingkirkan dendam kesumatnya kepada Sby — Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat — dengan membujuk partai itu membangun koalisi bersama PDI-P yang telah mengusung Ganjar Pranowo sebagai bakal capresnya.
Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono ditawarkan posisi menggiurkan sebagai bakal cawapres Ganjar. Sangat mungkin kesediaan AHY membicarakan bakal capres-cawapres dengan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani hanya bertujuan menekan Nasdem untuk menerima AHY sebagai pendamping Anies.
Manuver PDI-P mendekati Demokrat merupakan kejutan karena belum lama ini Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menyatakan haram bagi partainya berkoalisi dengan Demokrat, Nasdem, dan PKS, yang tergabung dalam Koalisi Persatuan untuk Perubahan yang mengsung Anies.
Ketidaksukaan Mega pada Islam dapat dilacak pada sejumlah pernyataan kontroversialnya terkait doktrin dan aktivitas sosial-politik Islam. Misalnya, ia pernah mempertanyakan adanya Akhirat. Ia juga secara gegabah menghubungkan stunting di kalangan anak-anak Indonesia dengan kegiatan pengajian ibu-ibu.Pernyataan seperti ini hanya mungkin datang dari orang yang merasa paling “cantik”, “kharismatik”, “pintar”, dan perempuan “terkuat” yang masih tersisa di dunia.
Lalu, Badan Pembina Ideologi Pancasila di mana Mega adalah Ketua Dewan Pengarah secara mengejutkan menyatakan agama adalah musuh Pancasila. Tentu yang dimaksud adalah Islam. Lebih jauh, PDI-P menginisiasi RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dengan tidak memasukkan TAP MPRS XXV/Thn 1966 tentang larangan ajaran komunisme-Leninisme di seluruh wilayah RI sebagai konsideran.
Ketika didesak agar TAP MPRS tersebut dijadikan konsideran, Hasto menyatakan setuju dengan syarat khilafah juga dilarang. Dus, jelas baik BPIP maupun HIP bertujuan mengendalikan kekuatan Islam sekaligus mengakomodasi tuntutan para keturunan eks anggota PKI yang dukungannya berperan besar dalam menjadikan PDI-P sebagai partai besar.
Jokowi juga berbagi keprihatinan dengan Mega. PA 212 pimpinan Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab yang menghadirkan jutaan orang di Monas dalam protes terhadap pernyataan pejoratif Ahok terkait Surah al-Maidah menyadarkan Jokowi tentang bahaya Islam bagi pemerintahannya.
Sejak itu, Jokowi mengambil sejumlah langkah untuk menggembosi suara kelompok Islam konservatif. Atas saran Mega, Jokowi merekrut KH Ma’ruf Amin, Ketum MUI yang berperan besar bagi keluarnya fatwa MUI terkait isu itu, sebagai wapresnya.
Langkah lain, Rizieq dipenjarakan terkait pelanggaran protokol covid-19 dan FPI dibubarkan bersama HTI. Sebelumnya terjadi insiden pembunuhan enam laskar FPI. Semua ini bertujuan menggembosi dan mengintimidasi kelompok Islam tersebut.
Ketakutan Jokowi terhadap kubu Islam ini sampai-sampai ia memperalat KPK, KPS Moeldoko, dan MA. MA dijadikan sandera KPK untuk mengabulkan PK Moeldoko.
Komentar