Terkadang,kita memang perlu untuk belajar peka dan sensitif pada hal-hal kecil yang mungkin terlintas begitu saja bagai angin lalu,tanpa membekas.
Suatu ketika saya menemani sang isteri tercinta untuk berbelanja kebutuhan bulanan rumah tangga di kompleks pasar Sarimalaha,tidore.tentu kebutuhan yang relatif tidak di sediakan di warung tetangga baik jenis ataupun jumlahnya.
Pilihan kebutuhan rumah tangga yang mau di beli,tersedia di beberapa mini market.isteri saya memilih berbelanja ke toko tertentu di seberang yang sudah sering jadi “langganan”nya.pemiliknya bukan orang kampung kami,maksudnya kampung asal orang tua kami bahkan tempat kelahiran dan sebagian masa kecil kami di habiskan dan bukan juga tetangga kami saat ini.
Saya menawarkan pilihan tempat lain dengan memberi argumen bahwa kita bisa berbelanja di mana saja karena itu hak kita.siapapun tidak bisa memaksakan itu.tetapi jika di minta memilih,sebaiknya sesekali kita perlu berbelanja di tempatnya warga kampung asal kita,kalau bukan keluarga ataupun tetangga kita,misalnya.
Saya memberi alasannya sederhana dan sedikit logis,maklum saja,isteri-isteri kita kadangkala lebih emosional jika itu berkaitan dengan urusan berbelanja :
pertama,selisih harga lebihnya, mungkin hanya seberapa,kalaupun itu ada.kedua,sebagai manusia yang punya rasa,kita nantinya kurang enak rasa jika berbelanja di tempat lain dan kebetulan bertemu mereka ataupun keluarganya di tempat itu.ketiga,kita memiliki peluang bertemu paling besar dengan mereka di manapun,bersenda gurau,saling menanyakan kabar tentang keluarga,apalagi itu di kampung.keempat,dan yang paling minimal manfaat ikutan ekonomi yang kita dapat ketika berbelanja pada mereka adalah bahwa sangat mungkin bagian terbesar zakat perniagaannya di keluarkan di kampung kita dalam bentuk apa saja.itu bisa saja uang zakat,infaq dan sadaqah atau pun dalam bentuk hewan qurban dan lain-lain.dan yang akan menikmati semua itu adalah masyarakat di kampung asal kita termasuk di dalamnya keluarga kita.
Komentar