oleh

ANIES BASWEDAN: FENOMENA PERTARUNGAN KEKUATAN LAMA DAN BARU DI TINGKAT NASIONAL DAN GLOBAL

-OPINI-8 Dilihat

Tapi yang mungkin lebih mencemaskan AS adalah keakraban PDI-P, partai terbesar di Indonesia yang punya hubungan historis dengan PKC melalui PNI, yang merupakan komponen utama PDI-P.

Pada 2015, Mega memenuhi undangan Presiden Xi Jinping ke Provinsi Shenzhen untuk meresmikan gedung Pusat Kerja Sama Indonesia-Cina yang disebut “Gedung Soekarno”. Mega bahkan menyampaikan pidato berjudul “Kepemimpinan Politik: Indonesia Baru untuk Partai Politik”.

Pengamat politik PKC, Julia Bader dan Christine Hackenesch mengatakan: dari sisi PKC, mempererat hubungan dengan RI menjadi strategi efektif untuk meningkatkan kepentingan ekonomi Cina. Hubungan yang harmonis dengan parpol Indonesia, menurut Cina, bisa menguntungkan Cina dalam hal investasi di masa depan.

Menurut Wakil Direktur Departemen Internasional Komite Sentral PKC, Zhang Xuyi, partainya menaruh perhatian besar terhadap perkembangan politik di Indonesia. Terutama setelah pilpres 2014. Artinya, saat kekuatan politik lama berkuasa.

Dalam konteks umat Islam di Indonesia, kekuatan Islam tradisional berpihak pada kekuatan politik lama. Selain PKB adalah bagian dari parpol pendukung kekuatan lama, NU struktural juga pendukung Cina.

Tak heran, Ketum PKB Muhaimin Iskandar termasuk orang pertama dari kalangan parpol yang mengusulkan perpanjangan masa jabatan presiden. Sementara Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf pun mendukung gagasan itu. Beijing memang mengucurkan bantuan finansial kepada PBNU di bawah kepemimpinan KH Said Aqil Siroj.

Baca Juga  Bahlil “BL” Lahadalia dan Spirit Demokratisasi di Partai Golkar Maluku Utara

Tetapi NU kultural pecah. Ada yang mendukung kekuatan baru, seperti terlihat dari deklarasi-deklarasi dukungan buat Anies dari kalangan Nahdliyin di Jawa Tengah dan Jawa Timur. FPI pimpinan Rizieq Sihab, yang notabene adalah Aswaja seperti NU, juga mendukung kekuatan baru.

Di pihak lain, kalangan Islam modernis pun mendukung kekuatan baru, yang terefleksi dari dukungan PKS dan Partai Ummat kepada Anies. Amien Rais adalah mantan Ketua Umum Muhammdiyah. Memang secara formal, PAN dan PPP berada di kubu kekuatan lama, tapi sebagian besar konstituen kedua partai mendukung kekuatan politik baru.

Isyarat dukungan kekuatan lama global kepada Anies lebih terkait dengan kepentingan mereka melihat Indonesia dipimpin tokoh yang berkomitmen pada sistem demokrasi, yang keunggulannya terkait keefektifan memajukan bangsa mulai dipertanyakan pemimpin-pemimpin di Dunia Ketiga.

Kekuatan baru, yaitu rezim otoriter Cina dan Rusia, terbukti tak kalah efektif — bahkan lebih efisien — dalam membangun bangsa menjadi maju dan sejahtera. Di luar itu, kepemimpinan RI di bawah kekuatan baru vis a vis Cina pasti berbeda. Terutama karena pendukung kekuatan baru lebih kritis terhadap Cina.

Baca Juga  Video Hasto, Apakah Pepesan Kosong?

Pertarungan kekuatan politik baru dan lama di teater Ukraina masih sengit. Tak ada yang bisa memastikan kubu mana yang akan keluar sebagai pemenang. Estimasi rezim Presiden Vladimir Putin bahwa Ukraina dapat dikalahkan dalam waktu cepat ternyata meleset.

Moril tentara Ukraina tetap tinggi. Persenjataannya pun makin banyak dan canggih hasil pasokan AS dan anggota NATO lainnya. Militer Rusia malah agak kedodoran. Namun, kemampuan perang Moskow relatif terjaga karena sanksi-sanksi ekonomi kekuatan lama tidak cukup efektif.

Cina dan India, yang tak ingin melihat Rusia kalah telak, secara tidak langsung membantu kemampuan perang Rusia dengan memborong energi dari negara Beruang Merah itu. OPEC pun secara tidak langsung membantu Putin dengan memotong produksi nya secara signifikan yang berakubat pada melonjaknya harga minyak di pasar global.

Di pihak lain, di luar kompleks industri militer AS dan anggota NATO yang meraup untuk besar dari penjualan senjata ke Ukraina dan dunia global, masyarakatnya harus memikul beban perang seiring dengan tingginya inflasi akibat krisis pangan dan energi yang menggerus daya beli mereka.

Baca Juga  Conie Layak Dipidana?

Kalau perang berlangsung lebih lama — nampaknya akan demikian — dukungan terhadap perang di kubu kekuatan lama akan kian merosot. Ini akan menjadi keuntungan bagi Rusia karena perdamaian sebagai akibatnya akan mengakomodasi concern geopolitik Rusia yang menjadi pemicu perang.

Apapun hasil perangnya, geopolitik global tak akan sama lagi. Kalau Rusia kalah, hegemoni kekuatan politik lama akan makin besar. Kekuatan Cina sebagai akibatnya akan melemah sehingga akan berdampak pada pengaruhnya di LCS, Indo-Pasifik, dan ASEAN, terutama Indonesia.

Tetapi bila sebaliknya, pengaruh kekuatan baru akan meningkat sehingga akan melemahkan hegemoni kekuatan lama. Cina akan kian agresif dan asertif di kawasan. Posisi ASEAN dan AS di LCS akan melemah.

Posisi Indonesia sebagai big brother di ASEAN pun ikut redup karena ASEAN semakin mudah diceraiberaikan oleh Cina setelah Myanmar dan Kamboja sudah berada dalam wilayah pengaruh (sphere of influence) Cina.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *