oleh

Cara “instant” menghindari salah [09].

-OPINI-8 Dilihat

Bahwa memang kita membutuhkan ketegasan,kalau bukan kepastian, untuk “membuktikan” bahwa kita benar.ketika hal itu tidak bisa atau tidak terjadi,kita cenderung mengenyampingkan tanggung jawab itu sebagai bukan “beban” kita.

Terlebih,tanggung jawab ataupun resiko itu di timpakan pada objek yang tidak tegas,misalnya menyebut nama orang ataupun lembaga tetapi pada objek yang “buram”.pada kasus di atas,yang jadi “korban” adalah jaringan telepon,sebut saja Telkomsel.sepertinya,kita berpikir bahwa ketika menyebut objek yang tidak tegas dan jelas alias buram tadi,kita berharap bahwa orang akan memakluminya sebagai bukan salahnya atau bukan salah kita,tetapi salah “pihak” lain.

Baca Juga  Video Hasto, Apakah Pepesan Kosong?

Nyaris sama dengan objek lain yang tidak terlihat dan sering di “salahkan” juga, misalnya makhluk gaib.sebut saja jin,iblis,setan dan macam-macam yang tidak kasat mata itu.ketika ada tetangga kita yang tiba-tiba pingsan, misalnya,kita mudah sekali percaya ketika ada seorang pria tua yang berpeci dan berjenggot putih misalnya sebagai simbol orang “berilmu”,menyebut sebabnya karena di ganggu makhluk halus.meski pada akhirnya baru di ketahui secara medis bahwa yang bersangkutan semalam suntuk begadang bersama teman-teman mendiskusikan hal ihwal pemilihan kepala daerah dan tekanan darahnya tiba-tiba bermasalah di esok harinya.

Baca Juga  RM “Kong” Ketua PGRI ? Coba Itu.Sebuah Catatan Terpilihnya Rizal Marsaoly Sebagai Ketua PGRI Kota Ternate.

Ciri masyarakat animis memang cenderung menimpakan sebab kesalahan terhadap sesuatu,lebih kepada objek yang tidak kasat mata.dan yang lebih miris lagi,itu bisa menjadi alasan pamungkas orang menjadi memakluminya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *