PAKAR SARANKAN KEBUNTUAN DOB SOFIFI DISELESAIKAN DENGAN JAJAK PENDAPAT.
PIKIRAN UMMAT.Com—Ternate||Kebuntuan DOB Sofifi menuai tanggapan beragam.
Dua kubu seolah berhadapan soal DOB Sofifi.
Kota Tikep yang enggan melepas sebagian wilayah nya di daratan Halmahera ditenggarai menjadi penyebab mengapa aspirasi kuat DOB Sofifi tak kunjung di wujudkan.
Padahal DOB Sofifi merupakan amanat UU nomor 46 tahun 1999 yang telah diubah dalam UU nomor 6 tahun 2000 tentang pemekaran provinsi Maluku utara.
Dalam UU tersebut menyebarkan secara tegas Sofifi sebagai Ibukota provinsi Maluku utara.Dengan demikian maka Sofifi harus dimekarkan sebagai sebuah Daerah Otonom Baru.
Kebuntuan ini mengundang atensi pakar hukum tata negara.
Dr.Abdul Aziz Hakim, SH.MH., menyarankan pemerintah menggelar jajak pendapat untuk menentukan aspirasi dan sikap rakyat Sofifi dan Oba pada umumnya menentukan nasib mereka apakah tetap bergabung dengan Tikep atau memisahkan diri dalam DOB Sofifi.
Hal ini penting agar memastikan hak rakyat tidak terkurung dalam sistem demokrasi.
Hak rakyat menurut Sekertaris AP-HTN ini merupakan pilihan tertinggi dalam Negara yang menganut sistem Demojrasi langsung seperti Indonesia.
“Dalam konsep hukum tata negara konsep ini sebagai alternatif jika terjadi terjadi dualisme dalam menentukan pilihan atau sikap politik . Jajak pendapat dalam urusan politik ketatanegaraan sering digunakan, jadi bukan barang baru dalam khazanah ilmu politik dan ketatanegaraan”jelas Aziz Hakim.
Dia menjelaskan bahwa sebagai negara yang menganut sistem hukum dan demokrasi, instrument dalam mempertimbangkan aspirasi rakyat langsung menjadi konsep penting apalagi secara konstitusional UUD 1945 menganut sistem demokrasi langsung (direct democrqcy). Artinya rakyat secara langsung diberikan hak istimewa dalam proses pengambilan sebuah keputusan.
Artinya jika mayoritas rakyat berkehendak untuk memilih sebuah keputusan elit juga harus mempertimbangkan suara rakyat, karena prinsipnya elite politik itu hanya sebagai perwakilan yang dipilih melalui instrument demokrasi yaitu Pemilu. Prinsip-prinsip demokrasi inilah menjadi landasan sosiologis sekaligus yuridis dalam mengambil sebuah keputusan politik, lanjutnya.
“solusi kalau tidak mau ya buat jajak pendapat saja.apakah penolakan DOB Sofifi itu disebabkan kepentingan elit atau memang kepentingan rakyat. Sistem jajak pendapat ini sebagai alternatif utk mengukur parameter demokratisasi dalam isu DOB Sofifi ini” pungkas Dr.Abdul Aziz Hakim, SH.MH., akademisi Tata Hukum Negara UMMU Ternate.
Hak menentukan nasib sendiri atau right to self-determination adalah hak setiap orang untuk bebas menentukan kehendaknya sendiri, khususnya dalam hal prinsip mengenai status politik dan kebebasan mengejar kemajuan di bidang ekonomi, sosial, serta budaya.
Kepentingan akan menentukan nasib sendiri, oleh sebab itu terletak pada adanya kebebasan dalam membuat pilihan.
Namun demikian, dewasa ini, penggunaan menentukan nasib sendiri lebih mengacu pada hak untuk menentukan nasib politik.
Namun dalam acuan tersebut, tidak ada kriteria hukum yang menjelaskan siapa orang/pihak yang dimaksud, atau kelompok mana yang dapat secara sah membuat klaim terhadap hak tersebut dalam kasus tertentu, yang menjadikannya salah satu di antara isu kompleks yang dihadapi para pembuat kebijakan.(***)