HEADLINE

DARI FORUM DISKUSI BARI DIAHI MALUT, KALANGAN PAKAR SOROTI POKIR SEBAGAI MODUS BANCAKAN ANGGARAN

 

PIKIRAN UMMAT.Com—Ternate||
Pokok-pokok pikiran (Pokir) merupakan aspirasi masyarakat yang dititipkan kepada anggota dewan agar diperjuangkan di pembahasan RAPBD.

Sejatinya, pokir terhitung mulia jika di lanksanakan dengan penuh moral oleh para legislator.

Problemnya kata sumber of derecord media ini, faktanya pokir bukan sebagai pokok-pokok pikiran tetapi pokok-pokok doi.”papar nya.

Pokir dalam praktek nya justru mengalahkan hasil Musrembang yang pelibatan nya lebih luas itu.

Pokir lanjut sumber ini perkembanganya menjadi modus bancakan Anggara para wakil rakyat.

Pakar ekonomi dan anggaran Dr.Mukhtar Adam menjelaskan bahwa pokir sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD yang dikenal dengan reses.Nah saat reses inilah, para legislator ini ikut menampung aspirasi rakyat di dapil mereka, itulah pokir.

“Bagini, DPRD dalam menjalankan tugasnya, dibidang Pengawasan yg dikenal dengan Reses, hasil reses DPRD menampung berbagai aspirasi dan mendiskusikan dengan Pemda melalui Forum BANGGAR dan TAPD saat pembahasan Kebijakan Umum APBD (KUA) forum ini menjadi forum yg strategis karena perdebatannya pada arah kebijakan dan prioritas pembangunan berdasarkan Reses (DPRD) dan Musrembang (Pemda) karena itu KUA jadi MoU sebuah kesepahaman kesepakatan atas gagasan kebijakan dan prioritas pembangunan”jelas dia.

Nonce Hasan,SE.ME., Akademisi Ekonomi Unkhair.

Persoalan kemudian kata Founder Lembaga nirlaba Kampoeng Malanesia & SIDEGon ini, pokir menjadi rebutan bancakan pihak Legislatif.Program dan proyek yang pelaksanaannya secara konstitusional merupakan kewenangan eksekutif itu di “caplok” legislatif.

“Karena itu Pemda di sebut eksekutif, kerjannya fungsi eksekusi, yg di dalamnya ada anggaran dan tindakan atas kesepakatan dalam perda, maka haram hukumnya DPRD melakukan eksekusi karena fungsinya legislasi, pengatur regulasi”tegasnya.

Mukhtar menilai dalam banyak kasus pokir, legislatif memang tidak kehabisan akal guna bisa meraup pundi-pundi di APBD.

“Akan muncul alasan *Pokir itu tidak di DPRD tapi di SKPD pelaksana* tapi di titip DPRD yang kadang mengabaikan visi misi, malah ada beberapa Pemda menyerahkan pagu ke DPRD, lalu di bagi oleh sekwan berdasarkan *Cerewetnya* anggota DPRD, bagi yg tidak jogowa akan dapat kacili dan yg jogowa dapat Basar, atau yg masuk BANGGAR Basar yg tar masuk BANGGAR kacili”Beber nya.

Nonce Hasan menilai, posisi DPRD yang kuat membuat Pokir telah menjadi modus legislatif meraup pundi-pundi secara “ilegal” sebab tupoksi pelaksanaan proyek itu konstitusionalnya kewenangan eksekutif.Eksekutif yang loyo terpaksa harus bersepakat dengan legislatif dan pada endingnya menjadikan APBD sebagai lahan bancakan bersama Eksekutif dan legislatif.
“Jadi rakyat dari era ke era terap miskin “ papar Nonce.

Dalam pandangan Mukhtar Adam, pokir sejatinya amat mulia jika dijalankan oleh legislatif yang punya hati untuk rakyat.
Jika pokir diletakan dalam kerangka kebutuhan rakyat, Mukhtar haqqulyakin, Pokir mampu mengatasi kebutuhan BPJS, PKH dan BTL bagi warga miskin oleh APBD provinsi yang belum tercover oleh APBN dan APBD Kabupaten dan kota.

“Pokir yg diharapkan dari DPRD contoh Isyu *kemiskinan di Maluku Utara ditengah tingginya pertumbuhan ekonomi*
Apa pokok2 pikiran DPRD dalam mengatasi kemiskinan ? Bagimana skema bantalasan sosial, bagimana interfensi kegiatan ekonomi, bagimana langkah2 pemulihan, bagimana merumuskan peta jalan mengatasi miskin
Andai ada 87 ribu warga miskin, berapa yg telah dapat PKH, berapa yg telah dapat BTL, berapa yang belum mendapatkan interfensi, apakah pola intervensi pemenuhan konsumsi atau uang tunai ? Bagimana caranya dimana saja lokasinya, dll yg harus pelibatan DPRD sebagai pemilik pikiran”jelasnya.

Dalam konteks ini, Mukhtar menilai butuh kecerdasan dan kecakapan pihak eksekutif dalam mengkomonikasikan kepentingan rakyat terhadap DPRD melalui konsep skema pengentasan kemiskinan.

“Artinya kepala Bappeda Salmin Janidi⁩ perlu kecakapan bernegosiasi meletakan tujuan atasi problem dalam forum TAPD dan BANGGAR, agar yg mau diatasi bisa dilakukan contoh
Bappeda menyiapkan skema pengentasan kemiskinan, datang ke DPRD dalam pembahasan KUA jangan dulu angka-angka dalam anggaran, tapi juknisnya, polanya dan peta jalannya jika sudah di sepakati baru minta keuangan menyiapkan alokasinya”urai ekonom yang dikenal kritis terhadap pemerintah ini.

Hanya saja Nonce Hasan menimpali, apa mungkin Eksekutif dan legislatif di Malut memiliki moral atau tidak terhadap hajat hidup rakyat miskin.

“Dalam konsep politik para politisi, mereka tidak mengenal haram jika arah kebijakan itu ada tetesan utk mereka. Ini jadi problem klasik”pungkas akademisi Unkhair ini.(***)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *