OPINI

HIDAYATULLAH MUDHAFAR SJAH, KESULTANAN TERNATE DAN MASA DEPAN MALUKU UTARA.

 

Catatan Pertemuan Koalisi Civil Sociaty dengan Paduka Sultan Ternate.
By.USMAN SERGI.SH./Pimred.

PIKIRAN UMMAT.Com—Ternate||Selasa malam itu akhirnya jadwal pertemuan dengan Paduka Sultan Ternate tiba.Sebelumnya sempat molor dua kali karena agenda lain Paduka Sultan  mendahului yang juga tak kalah pentingnya.

Ini pengalaman perdana saya secara pribadi dan media yang saya pimpin.Meskipun berita juga tak absen semenjak kemunculan beliau dalam episentrum dinamika keraton Ternate.Kami pula intens menerbitkan berita penobatan beliau sebagai tanda legitimasi kami terhadap beiau sebagai Sultan.

Pemikiran Ekslusiv.

Selasa malam (27/7) itu pertemuan perdana tapi Alhamdulillah pertemuan yang sungguh bermakna dan substansial terkait seperti apa sosok Orang nomor Wahid di Kerajaan Ternate dan kerajaan modern tertua di dunia ini serta danpak nya terhadap masa depan demokrasi di Maluku utara.

Saya menyebut kerajaan moderen dan tertua karena kerajaan ini telah mengenal dan menerapkan semangat demokrasi dalam lembaga monarki ini sejak puluhan abad silam.
Okelah anggaplah sebagai bumbu dabatable.
Pesan kerajaan modern itu saya tangkap dari penuturan beliau terkait salah satu ritual Legu dimana ada semacam syair yang dilantunkan bala atau rakyat pada bait utama nya secara berulang-ulang yang jika di Indonesia kan artinnya “Karena Kami(rakyat-red) anda (Sultan) duduk di situ (singgasana Raja).

Foto bersama dengan Paduka Sultan Ternate Hidayatullah Mudhafar Sjah saat pertemuan Koaiai LSM dengan Sultan di pendopo Keraton Sultan Ternate, Selasa (27/7).

Ini syair dalam prosesi ritual kerajaan bukan bait syair lagu pesta biasa tetapi pesta rakyat(bala) dengan raja.Karena kami, anda duduk disitu sesungguhnya memaknai Nilai substansial demokrasi dalam sistem monarki kesultanan ternate.
Malam itu Sang Sultan memang tampil standar dalam forum silaturahmi tetapi nampak sang Paduka cukup matang sebagai seorang pemimpin.Dia mampu memanfaatkan ruang bersama kaum akademis dan pergerakan yang sederhana dan santai itu dengan pesan-pesan yang cukup substansial dan up date.
Sultan menyampaikan standing positioning kerajaan dalam gagasan Maluku utara sebagai provinsi Istimewa.
Menurut Paduka, gagasan provinsi Istimewa bukanlah istimewa model Jogjakarta yang Gubernur nya monarki obsulut.

Istimewa Provinsi Moloku Kie Raha adalah istimewa yang tetap menjaga nilai-nilai demokratis dalam konsolidasi pemerintahan dimana Gubernur atau pemerintahan tetaplah demokratis, hak seluruh rakyat untuk memilih dan dipilih oleh rakyat seperti yang sudah ada dan yang baru hanyalah bagaimana peran Kesultanan dalam pengelolaan pemerintahan daerah.

Mungkin yang bisa saya tangkap adalah model MRP pada Otonomi khusus nya Papua dimana Raja dan pemangku adat menempati posisi Penasehat dan intervensi pada keputusan dan kebijakan strategis yang berdanpak luas terhadap kehidupan rakyat seperti APBD yang harus berpihak pada rakyat dan pelestarian adat dan budaya lokal.
Tentu gagasan ini tak bisa dipandang remeh remeh karena telah menjadi aspirasi empat Kerajaan yang telah eksis dengan masa rakyat yang besar sehingga harus mendapat perhatian dan tanggapan serius semua pihak.
Kembali, Raja yang huble, kesan lain yang saya tangkap pada momentum istimewa Selasa malam itu.
Diskusi yang begitu cair dengan jajaran ilmuan rata-rata bergelar Doktoral itu.

Tak Sidikit isyu dan gagasan brilian yang keluar dari mulut sang Paduka.Pemikiran beliau juga menyasar soal pentingnya pengelolaan zakat yang sangat potensial bagi pengentasan kemiskinan dan penguatan ekonomi umat serta bangsa.

Sultan Hidayatullah bahkan mendesak pemerintah lokal melegalkan pungutan zakat dengan memaksa, semua pendapatan baik pribadi dan perusahan harus dipunguti zakat 2,5%.Sang Raja yakin optimalisasi Zakat dapat menjawab kebutuhan sejahtera umat dan rakyat.

Padaku Sultan kembali menghentak se isi ruang dan menyiratkan  harapan kondusif dari perkembangan demokrasi se isi Malut.
“Saya sampaikan ke Gubernur dan kepada warga adat beberapa waktu lalu bahwa andaikan seseorang datang membawa/menyerahkan duit satu triliun kepada saya untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur maka saya akan menolak nya.”tutur nya.
Saya kaget dan nampak wajah-wajah para ilmuwan itu terperangah, tak menyangka Sang Raja bertitah seperti itu.

Bukankah Sultan memiliki masa militan yang besar sehingga telah dekat dengan kursi Gubernur yang empuk dan bukankah sultan identik dengan panggung politik Demokrasi?
Tidak ! saya tidak akan mencalonkan diri sebagai Gubernur”tandasnya.
Alasan Paduka Sultan Ternate yang lebih menarik.
Kenapa saya tidak akan menjadi Gubernur ?
Pertama, pengalaman menunjukan eksistensi para Raja di panggung politik selalu berbuah konflik.Sebuah sikap jemawa dan mawas diri dari sang Raja yang sangat bijaksana, lebih mementingkan maslahat umum dari pada egoisme pribadi.
Ke dua, demokrasi akan terancam dimana menurut Paduka Hidayatullah Mudhafar Sjah, Gubernur akan menghadapi dinamika demokrasi yang riak tak luput dari caician dan makian.Andai saya selaku Gubernur dapat menerima itu tetapi apakah para Bala atau rakyat saya bisa menerima Sultan dan raja mereka yang mereka Suba setiap saat dihujat dimaki oleh orang ? Ini yang membuat saya tidak ingin menjadi Gubernur karena akan mengancam iklim demokrasi kita.

Nampaknya Sang Sultan menjaga betul Marwah demokrasi ini tetap berlangsung.
Ini bukan sikap yang politis tetapi genuine nya kesultanan Ternate.
Menurut Sultan Hidayatullah Mudhafar Sjah, monarki nya kesultanan ternate merupakan monarki demokratis karena Sultan dipilih oleh rakyat bukan dipilih oleh bangsawan seperti Jogjakarta dan lainya.Bait syair lagu pada Legu membenarkan itu “Karena kami, anda duduk sebagai raja”.

Paduka Sultan memaknai demokrasi dalam filosofi Kesultanan Ternate.Lihatlah filosofi dada/tumpeng Nasi Kuning, ada tumpeng Nasi kuning dibawahnya dan telur diatas nya menggambarkan hubungan yang kuat antara Raja yang bertahta diatas rakyat dan didalam nasi kuning pasti masih ada nasi putih di dalamnya sebagai gambaran menyatunya Raja dengan rakyat.Filsafat Way Of Life kerajaan yang sangat demokratis.

Malam itu sang Paduka Sultan Ternate nampak resah dengan pembangunan Di Maluku utara yang masih jauh dari harapan rakyat.Raja Ternate ini mengungkapkan hasil kunjungan pelantikan Salahakan di sebuah kabupaten dimana infrastruktur jalan yang sangat jauh dari kata layak.Dengan motor darat saja tidak bisa”ujar dia.

Kesemuanya Paduka Sultan Hidayatullah Mudhafar Sjah menyambut positif gagasan Koalisi Civil Sociaty tentang forum Bari Diahi Malut.Gagasan yang up date dengan Maluku utara yang sangat membutuhkan sinergitas semua komponen untuk bersama membangun Mauku utara.
Paduka Sultan memahami dan merasakan keresahan yang sama bahwa ada yang mesti diperbaiki terhadap Maluku utara terutama soal sinergi dan konektivitas pembangunan antar wilayah yang satu dengan wilayah yang lain sehingga pembangunannya bertemu pada satu titik kesejahteraan rakyat Maluku utara.

Kesimpulan.

Pemimpin itu sosok pemikir dan pemikiranya bakal mewarnai tindakan serta perkembangan daerah nya.

Dari siini kita telah melihat harapan besar dari pemikiran-pemikiran Sang Paduka Sultan Hidayatullah H.Mudhafar Sjah.

Kesultanan Ternate akan eksis menjaga dinamika demokrasi bertumbuh mengawal perkembangan Maluku utara yang demokratis, maju dan sejahtera rakyatnya.

Endingnya Sang Sultan ikut menyebut nama “Benny Laos”, dia bisa mengelola dana yang relatif kecil dan minim namun bisa membangun Morotai yang maju.

Wabillahi Taufik wal hidayah Wassalamualaikum wr wb.
Suba se Salam !(***)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *