SIGNIFIKAN JIKA TUNTUT PERAN DPRD, KEPALA DAERAH KE PRESIDEN HANYA KURIR POS.
PIKIRAN UMMAT.COM—Ternate||Aksi mahasiswa dan OKP menolak kenaikan BBM sudah berjilid-jilid.Terhitung sampai rencananya aksi Senin besok tanggal 25 April 2022, aksi telah berlangsung 4 kali atau aksi jilid ke IV.
Aksi di kota ternate misalnya selain isu tolak kenaikan BBM sebagai isu sentral, soal ketidakhadiran Gubernur dan Walikota menemui masa aksi menuai sorotan tajam mahasiswa.
Sampai aksi jilid IV, mahasiswa masih menuntut kehadiran Gubernur Maluku utara H.Gani Kasuba dan Waikota Ternate Tauhid Soleman.
Namun kalangan pakar justru punya pemikiran lain.
Berkaca pada aksi BEM SI di Jakarta, aksi menuntut pembatalan kenaikan harga BBM justru digelar di gedung DPR RI.Sebab peran DPR RI memang lebih kuat guna memaksa Oresiden membatalkan kebijakan kenaikan harga BBM.
Menurut mereka, kehadiran Gubernur AGK dan Walikota Tauhid Soleman tidak memberikan danpak signifikan.Sebab keputusan kenaikan BBM merupakan kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Jokowi sementara Gubernur Malut dan Walikota Ternate dalam sistem ketatanegaraan merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah sehingga posisi mereka dinilai lemah dalam mempengaruhi atau bahkan menekan presiden notabene sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Peran kepala daerah bahkan dituntut secara konstitusional harus mengamankan kebijakan presiden sebagai kepala pemerintahan.
”Indonesia menganut sistem pemerintahan nasional sehingga posisi kepala daerah tak ubah anak buah presiden, berbeda jika kita negara federal”jelas sumber of derecord ini.
Oleh karena itu menurut kalangan pakar, Ideal dan signifikan jika mahasiswa meminta pertemuan dengan Lembaga legislatif yakni DPRD Provinsi dan DPRD Kota Ternate dan memintah tanggun jawab sebagai wakil rakyat dan penyambung lidah rakyat.
Sebab posisi partai dengan pemerintah dinilai linear dan saling mempengaruhi.
“Tidak efektif dan signifikan jika mahasiswa ingin aspirasinya didengar pemerintah pusat lalu memaksa peran Gubernur AGK dan Walikota Ternate untuk menyampaikan hal itu.Ya hitung-hitung mereka sekedar pengantar surat ke presiden atau ke istana negara saja” pungkas narasumber yang juga pakar hukum ini.
Hemat Sumber ini,peran seperti ini seharusnya dilakoni DPRD Provinsi Malut dan DPRD Kota Ternate karena posisi mereka sebagai elemen partai politik sama derajatnya dengan presiden sehingga bisa melakukan bergening positition dengan presiden
“Idealnya mahasiswa harus menuntut peran DPRD Malut dan DPRD Kota Ternate sebagai penyambung aspirasi mahasiswa karena tupoksi legislatif memang demikian.Posisi tawar DPRD melalui instrumen jaringan partai politik di DPP juga lebih kuat ketimbang kepala daerah”jelas dia.
Sumber ini menyatakan, sikap ngotot mahasiswa menuntut peran kepala daerah dalam mensukseskan gerakan tolak BBM bakal sia-sia karena posisi kepala daerah terhadap presiden memang lemah.
“Kalau berharap pada peran Gubernur dan Walikota itu ibarat suruh kedua kepala daerah itu tukang antar surat ke istana saja”pungkasnya .(***)