OPTIMISME KOSONG Golkar dan Beban Masa Depan
Sebuah renungan atas pencapresan AH yang dipaksakan oleh Partai Golkar.
by. Muhammad Syukur Mandar
(Ketua Gerakan Golkar Baru)
Partai Golkar terus bergerak mengibarkan bendera optimisme dipemilu 2024. Berbagai organisasi mendirikan, didirikan, karya dan kekaryaan sayap dan ormas Golkar terus digerakkan. Digerakan untuk dukung AH silih berganti, melalui pesan testimoni, pernyataan dukungan dan kegiatan seremonial lainnya. Gerakan Sayap dan Ormas Golkar, mencanangkan optimisme Golkar mencapres AH di pemilu 2024.
PSebuah potret politik yang menggambarkan dengan jelas ada kontruksi kepemimpinan Golkar model berhala. Menyembah meski ada alasan untuk tidak disembah, menyembah meski tak patut disembah, enggan bicara jujur meski kebenaran didepan mata, hilang objektifitas karena dipaksa, semua itu ditunaikan sebagai cara untuk mendapatkan perhatian dari sang Ketua umum Golkar yang juga Capres. Bagi saya politik memang penuh lakon, tidak mengherankan jika terang terangan banyak pihak di internal mendukung AH, meski mereka tau sikapnya itu akan jadi beban sejarah dan membuat suram masa depan Golkar.
Kita ketahui bahwa pemilu Legislatif, dan pemilu Presiden akan berjalan sekaligus ditahun 2024. Energi kader kader Partai akan klimaks tatkala Pileg, dimana mereka menjadi pemangku hajat. Sudah tentu semua sandiwara dukungan pada AH hari ini bermuara pada satu tujuan, agar dapat kesempatan diposisikan pada Pileg nanti (politik balas budi). Terdengar enak bagi penikmat politik balas budi, tetapi tentu tidak bagi Golkar. Sungguh bahaya betul, jika Golkar membangun, memelihara tradisi politik berhala dan balas budi. Bukan tidak mungkin, jumlah orang jujur dan berani berkata objektif akan berkurang. Dan sebaliknya jumlah opurtunisem akan makin banyak. Disitulah Partai akan mengalami kehancuran dan dipastikan Golkar sedang mengidap penyakit itu. Golkar Mendadak menjadi partai manja, partai pendiam, partai penurut, dan partai yang tidak dinamis.
Pencapresan AH jujur sy katakan berulang kali dalam berbagai tulisan saya, bukan bagian dari penguatan konsolidasi politik Golkar. Justru sebaliknya, pencapresan AH menjadi beban politik dan variabel kejatuhan elektabilitas Golkar. Sederhana saja alasannya, AH bukan representasi figur kuat dan AH tidak memiliki daya dukung tinggi dari rakyat. Publik sudah menvonis bahwa AH bukan figur ideal, dan dianggap dalam tanda petik banyak terlibat skandal korupsi.
Oleh karena presepsi publik sudah memutuskan AH tidak memenuhi kualifikasi sebagai Figur tepat untuk Calon Presiden. Maka upaya Golkar secara internal mencapreskan dan mengkonsolidasi AH akan sia sia dan menghabiskan energi Golkar semata.
Nyaris tak disadari Golkar, bahwa semakin mendekati pemilu 2024, survei Golkar terus merosot, dan juga survei AH tak kunjung membaik. Fenomena itu direspon DPP Golkar dan kelompok sayap Golkar dengan gegap gempita, mereka bukan disadarkan, sebaliknya justru makin kencang membunyikan Gong mengenai AH sebagai Capres Golkar adalah Harga Mati. Sebuah ironisme politik yang terjadi di Golkar. Kacamata DPP Golkar, sayap dan ormas Golkar pada pencapresan AH lebih menonjolkan loyalitas mereka pada AH. Tak peduli kecil dukungan dan efek negatif terdampak pada Golkar atas pencapresan AH tersebut.
Maka tentu tidak keliru, jika saya menyatakan bahwa Golkar hari ini lebih siap mendukung AH sebagai Capres, bukan siap menghadapi dan memenangkan pemilu 2024. Atau lebih tepatnya, *Golkar saat ini sudah sangat siap mengalahkan Golkar dipemilu 2024*. Tudingan saya beralasan kuat, selain memiliki narasi, juga sudah tergambar sebagai sebuah fakta saat ini tentang Golkar yang makin terpuruk semenjak dipimpin AH.
Bagaimana tidak, urusan pemilu salah dipahami, dan ditafsirkan menjadi urusan mencapreskan AH. Padahal urusan pemilu adalah urusan dukungan rakyat memilih, bagaimana mereka memilih mencalonkan orang yang tidak akan banyak dipilih rakyat.
Dalam penentukan Calon Presiden, Partai Golkar seharusnya menjadikan daya dukung masyarakat sebagai syarat utama. Dan minimal dukungan rakyat berada diangka survei 15 sampai 20%. Angka paling rendah yang kita ambil sebagai tolak ukur. Sehingga ketika dikawinkan dengan modal suara internal Golkar, presentasinya akan meningkat atau bertambah. Meskipun ukuran kemenangan seorang Capres ukuran angka survei 15% sampai 20% masih bukan angka aman.
Karena itu saya sangat amat yakin, keputusan Pencapresan AH bukan keputusan yang baik buat Golkar. Andai seluruh kader dan pengurus Golkar diberi kebebasan dan kesempatan menyampaikan pendapat dimuka umum tanpa disanksi dan atau diancam, maka saya pastikan mayoritas kader dan tokoh Golkar tidak menghendaki AH menjadi capres Golkar. Bahkah lebih ekstrim dari itu, mayoritas kader dan Tokoh Golkar akan meminta AH untuk *mundur dari ketua umum Golkar*. Karena Golkar tidak mendapatkan insentif positif dibawah kepemimpinan AH.
*AYO selamatkan Golkar*
*Gerakan Golkar Baru*